SP PLN Minta Kepesertaan BPJS Tak Kurangi Hak Peserta
Berita

SP PLN Minta Kepesertaan BPJS Tak Kurangi Hak Peserta

Majelis meminta Pemohon memikirkan kembali uraian alasan permohonan ini.

ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: sp.pln-jatim.co.id
Foto: sp.pln-jatim.co.id
Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja PT PLN (Persero) mempersoalkan Pasal 4 huruf g dan Pasal 15 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terkait kepesertaan wajib BPJS sesuai program jaminan sosial (jamsos) yang diikuti. Pemohon merasa dirugikan atau potensi dirugikan lantaran khawatir layanan jamsos BPJS tidak lebih baik dari layanan jamsos (swasta) yang pernah mereka terima sebelumnya.

“Berlakunya Pasal 4 huruf g dan Pasal 15 UU BPJS telah bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai kepesertaan wajib (BPJS) akan mengurangi manfaat pelayanan jamsos yang selama ini ada dan diterima Pemohon,” ujar kuasa hukum pemohon, Ari Lazuardi dalam sidang pendahuluan yang dipimpin hakim Anwar Usman di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (09/6).

Pasal 4 huruf g dimaksud menyebutkan BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip : (g) kepesertaan bersifat wajib. Sedangkan, Pasal 15 ayat (1) menyebut Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.

Ari mengungkapkan selama ini Pemohon yang bekerja di PT PLN (persero) telah menerima hak atas jamsos dengan kualitas dan pelayanan yang lebih baik daripada BPJS. Hal ini didasarkan Perjanjian Kerja Bersama yang dilakukan antara SP PLN dan PT PLN pada 2011 lalu. “Tetapi, berlakunya dua pasal tersebut justru pelayanan dan kualitas jamsos lebih buruk daripada yang selama ini telah diterima,” lanjutnya.

Dia mengklaim semua anggota SP PLN dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia selama ini telah mendapat manfaat lebih baik daripada manfaat peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk nominal uang lebih tinggi dan praktis. Karena itu, kepesertaan wajib BPJS Ketenagakerjaan dapat menghilangkan manfaat pasti yang lebih baik yang biasa diterima Pemohon.

“Jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan telah menghilangkan manfaat penghargaan pensiun pegawai PLN yang jumlahnya jauh lebih besar,” tegasnya.

Pemohon menyadari adanya prinsip kegotongroyongan dan semangat persaudaraan, prinsip kepesertaan wajib tetap diperlukan. Namun, negara juga tidak boleh mengurangi manfaat yang biasa diterima oleh Pemohon. Menurutnya, kepesertaan wajib jamsos BPJS akan tetap inkonstitusional manakala dimaknai tidak mengurangi manfaat yang biasa diterima oleh warga negara.

Untuk itu, Pemohon meminta MK meminta agar Pasal 4 huruf g UU BPJS inkonstitusional jika dimaknai mengurangi manfaat yang sudah menjadi hak peserta. Selain itu, Pasal 15 ayat (1) UU BPJS dinyatakan inkonstitusinal jika dimaknai meniadakan manfaat lebih yang sudah menjadi hak pekerja dan kewajiban pemberi kerja untuk mengikuti program jamsos tambahan.

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Panel Anwar Usman mengingatkan Pasal 15 ayat (1) UU BPJS sudah pernah dimohonkan pengujian melalui putusan MK No. 82/PUU/2012 dan putusan MK No. 138/PUU/2012. “Coba Anda lihat dan pelajari putusan tersebut.   Format dan sistematika permohonan juga mesti merujuk Peraturan MK No. 06 Tahun 2005, di situ bisa dilihat penempatan alasan-alasan permohonan dan kerugian konstitusional,” sarannya.

Anggota Panel lain, Wahiduddin Adams menilai Pasal 4 huruf g UU BPJS masuk sistematika  ketentuan umum yang berisi definisi atau prinsip umum, bukan merupakan norma hukum larangan atau suruhan. Namun, pasal lain yang mengatur norma ini yang merujuk pada prinsip yang diatur Pasal 4 huruf g. “Coba ini dipikirkan kembali uraian alasan permohonan ini,” pintanya.
Tags:

Berita Terkait