Ini Curhat Jaksa Agung Soal Kasus La Nyalla Mattalitti
Berita

Ini Curhat Jaksa Agung Soal Kasus La Nyalla Mattalitti

Kejaksaan tetap akan terus menjadikan La Nyalla menjadi tersangka hingga diuji di pengadilan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Menangnya upaya hukum praperadilan yang diajukan tersangka kasus dana hibah La Nyalla Mattalitti menjadi perhatian publik. Kejaksaan Agung tetap bakal menjadikan Nyalla tersangka dalam kasus tersebut dengan tetap menerbitkan Sprindik yang baru. Hal ini disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Kamis (21/4).

“Kita akan terus terbitkan Sprindik dan kita buktikan kepada masyarakat. Ibaratnya sampai 100 kali pun kita akan terbitkan Sprindik sampai hakim habis. Kita tidak boleh berputus asa,” ujarnya.

Jaksa Agung menilai aneh ketika praperadilan diajukan justru La Nyalla berada dalam pelarian alias buronan. Praperadilan tersebut malah dimenangkan oleh hakim tunggal pengadilan setempat. Sebelumnya, praperadilan juga dilakukan oleh Wakil Kadin Jatim Diar Kusuma Putra yang kini telah mempertanggungjawabkan perbuatan atas penyalahgunaan dana hibah.

Dari balik jeruji besi, Diar mengajukan upaya peradilan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim pun mempertanyakan legal standing pemohon yang berstatus terpidana. Ironisnya, hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan praperadilan tersebut.

“Padahal, saat itu sifatnya masih penyidikan umum, sehingga belum ditentukan siapa tersangkanya. Siapapun orang hukum harusnya tahu persis bahwa status itu lebih ditujukan kepada tersangkanya, bukan orangnya,” ujarnya.

Sementara terhadap La Nyalla belum pernah ditetapkan menjadi tersangka saat itu. Bahkan, belum pernah pula diajukan kepersidangan. Atas dasar itulah Jaksa Agung berpandangan hal tersebut tidak masuk dalam kategori nebis in idem. Ia berpendapat seseorang tidak dapat diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama.

“Perkara yang disidangkan hanya pelaku belum dituntaskan waktu itu. Saudara La Nyalla Matalitti setelah dimenangkan, Kejati Jatim mengeluarkan sprindik baru dengan langsung menetapkan La Nyala sebagai tersangkanya,” katanya.

Sayangnya saat akan diperiksa, La Nyalla hengkang ke Singapura. Hingga kini, La Nyalla belum menunjukan iktikad yang baik sebagai warga negara. Atas dasar itulah pemeriksaan belum dapat dilaksanakan penyidik Kejati Jatim. Pihak Kejati Jatim pun telah menetapkan La Nyalla masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah sebelumnya meminta kepada Polri masuk dalam red notice. “Kita tunggu perkembangannya,” ujarnya.

Lebih jauh, mantan Jaksa Agung Tindak Pidana Umum (Jampidum) itu mengatakan La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka dengan status jabatannya saat menjadi Ketua Kadin Jatim. Saat itu, Kadin Jatim mendapatkan dana hibah dari Pemprov Jatim yang diperuntukkan pengembangan kepentingan daerah Jatim.

Belakangan, La Nyalla menyimpangkan dana tersebut dengan membeli saham IPO Bank Jatim. Meski saham tersebut sudah dijual kembali, namun terdapat keuntungan sebesar Rp1 miliar. Oleh penyidik, keuntungan tersebut dinilai telah dinikmati La Nyalla. “Harusnya menjadi keuntungan negara,” ujarnya.

Anggota Komisi III Risa Mariska berpandangan banyaknya praperadilan yang dimohonkan tersangka, korps kejaksaan kerap kali dikalahkan oleh pengadilan. Mestinya pihak kejaksaan ketika menangani perkara mesti mempersiapkan segala sesuatunya. Terlebih ke depan bakal dimungkinkan terdapat kasus besar yang ditangani kejaksaan.

“Pertanyaan saya bagaimana ini bisa terjadi, hampir semua yang dijalani ini semuanya kalah, saya juga ingin menanyakan mengenai kesiapan dari kejaaksan untuk menangani atau kalo ada sengketa yang masuk dimana pihak kejaksaan sebagai pihak yang bersengketa, bagaimana kesiapannya,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berpendapat banyaknya kekalahan dalam upaya praperadilan yang dimohonkan menjadi evaluasi khusus bagi kejaksaan. Terlebih, lembaga yang dipimpinan Prasetyo memang belakangan menjadi sorotan. Setidaknya, di era kepemimpinan Prasetyo, Kejaksaan kerap beberapa kalah dalam praperadilan.

“Saya mohon ini jadi perhatian dari bapak Jaksa Agung, karena apa yang saya sampaikan ini kritik autokritik untuk internal bapak,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait