Telat Lapor SPT? Ini Sanksi dan Pengecualiannya
Berita

Telat Lapor SPT? Ini Sanksi dan Pengecualiannya

Pengecualiannya sudah ditetapkan lewat Peraturan Menteri Keuangan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengisian SPT. Foto: www.pajak.go.id
Ilustrasi pengisian SPT. Foto: www.pajak.go.id
Bayarlah pajak sebelum batas akhir tanggal yang ditetapkan. Jika lewat dari waktu yang sudah ditentukan, Anda harus bersiap menanggung resikonya, berupa sanksi administratif.

Tak terkecuali untuk keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. SPT untuk Wajib Pajak (WP) pribadi wajib dilaporkan paling lambar akhir Maret, dan April untuk WP badan. Dengan kata lain dibayar tiga bulan setelah tahun pajak berlalu. Begitulah ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Bagaimana jika WP Pribadi atau Badan tidak melaporkan SPT atau telat melapor? Merujuk Pasal 7 ayat (1) UU KUP, WP Badan dan WP Pribadi yang tidak melaporkan SPT sesuai waktu yang ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi. Sanksi administrasi dimaksud adalah denda sebesar Rp100.000 bagi WP Pribadi, dan Rp1 juta bagi WP Badan.

Agar tidak terkena denda, tak ada jalan lain kecuali kesadaran setiap WP. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi meminta kesadaran WP untuk sesegera mungkin melaporkan SPT. “Ada denda (tidak lapor atau terlambat). Saya berharap ada peningkatan realisasi pajak sebanyak-banyaknya dengan penggunaan e-filling. Kalau disuruh meramal, saya tidak bisa,” kata Ken dalam acara Pelaporan SPT Pajak oleh Ketua BPK di Kantor Pusat BPK, Jakarta (07/3).

Bukan berarti sanksi administratif itu otomatis dikenakan kepada siapapun yang telat atau tidak melapor. Ada pengecualiannya. Pasal 7 ayat (2) UU KUP menyebutkan sanksi ditiadakan bagi WP Pribadi yang telah meninggal dunia, WP Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, WP Pribadi yang berstatus sebagai WNA yang tidak lagi tinggal di Indonesia, dan bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.

Sanksi juga tidak dikenakan kepada WP Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi, WP Pribadi yang terkena bencana  yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, dan WP lain yang juga diatur dalam PMK.

WP Lain tersebut diatur dalam PMK No. 186/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi. Dalam Pasal 2 PMK 186/2007, WP lain yang dimaksud adalah WP yang dalam keadaan kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau terorisme, perang antar suku, atau kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan. Penentuan WP lain ditetapkan lewat Keputusan Dirjen Pajak, misalnya keputusan mengenai tidak dianggap telat lapor untuk penyampaian SPT 2013 dengan e-filling.

Sebagai bulan lapor pajak, DJP terus mensosialisasikan kepada WP untuk segera melaporkan SPT melalui e-filling. Cara sosialisasi yang dilakukan DJP adalah melalui media online. Cara lai adalah memublikasikan pelaporan SPT dengan e-filling oleh para pejabat negara seperti Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Itu pula yang dilakukan DJP di kantor Badan Pemeriksa Keuangan. Pengisian SPT secara online dilakukan Ketua BPK, Harry Azhar Azis. Harry menyampaikan e-filling mempermudah WP untuk melaporkan SPT dimana saja dan kapan saja. Dengan kemudahan ini, diharapkan target pajak tahun ini sebesar Rp1360,2 triliun dapat tercapai. “Terima kasih kepada DJP selama dua hari memenuhi tugas konstitusional. Semoga tahun depan bisa tercapai target Rp1360,2 triliun dengan model laporan pajak sekarang ini,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait