Ini Alasan DPR Tolak Kewenangan Interogasi oleh BIN dalam RUU Terorisme
Berita

Ini Alasan DPR Tolak Kewenangan Interogasi oleh BIN dalam RUU Terorisme

Kekhawatiran masyarakat perlu diantisipasi dengan membuat rambu-rambu agar aparat tidak sewenang- wenang menggunakan kekuasaannya.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penanganan teror bom di Sarinah. Foto: RES
Ilustrasi penanganan teror bom di Sarinah. Foto: RES
Usulan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso agar lembaga yang dipimpinan diberikan tambahan kewenangan dalam Revisi UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak mendapat persetujuan DPR. Pasalnya, penambahan kewenangan BIN dapat menginterogasi pelaku diduga teroris mengabaikan tugas proyustisia penegak hukum.

“Saya pribadi melihat tidak ada korelasi langsung penambahan kewenangan dapat berdampak pada keberhasilan penanganan terorisme di Indonesia,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutya Vidia Hafid, di Gedung DPR, Selasa (1/3).

Di kebanyakan negara demokrasi, kewenangan badan intelijen terbatas pada supply informasi. Dengan kata lain, sebatas melakukan pencegahan dini terhadap terjadinya peristiwa. Ia menilai keinginan BIN meminta tambahan kewenangan belum dapat dijelaskan alasannya. Terpenting, dalam pemberantasan tindak pidana terorisme terhadap BIN adalah memperkuat koordinasi dengan lembaga penegak hukum yakni kepolisian.

Anggota Komisi I Syaiful Bahri Anshori menambahkan, BIN tidak diperbolehkan melakukan interogasi pelaku teroris. Menurutnya, BIN hanya berfungsi pada tahap pencegahan, yakni sistem pengawasan di tingkat awal. Sedangkan pihak yang melakukan tindakan penyidikan dan proyustia adalah lembaga penegak hukum.

Tak hanya itu, kewenangan BIN melakukan interogasi pelaku teroris pun tak ada payung hukum yang menjadi acuan. Salah satu cara yang dapat dijadikan acuan adalah dengan ‘membongkar’ UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Namun begitu, revisi terhadap UU Intelijen Negara dirasa belum dibutuhkan.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu lebih jauh berpandangan, ketimbang BIN menginginkan penambahan kewenangan yang notabene milik dari kepolisian, lembaga pimpinan Sutiyoso itu sebaiknya mengedepankan intensifitas koordinasi antar lembaga terkait. Misalnya dengan Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT), Densus 88 Anti Teror, Kepolisian dan TNI.

Menurutnya, lebih baik BIN koordinasi lebih intensif dengan lembaga-lembaga terkait. "Seperti BNPT maupun DENSUS 88 juga dengan Kepolisian dan TNI," ujar Anggota Tim Pengawas (Timwas) Intelijen DPR ini.

Berbeda dengan Meutya dan Syaiful, anggota Komisi I  Supiadin Aries Saputra tak mempersoalkan BIN diberikan peluang melakukan interogasi terhadap pelaku teroris yang telah tertangkap. Menurutnya keinginan BIN itu dilatarbelakangi oleh tugas pokok dan fungsinya. Pasalnya, BIN berkepentingan memiliki file data para pelaku teroris beserta jaringannya.

“Nah untuk pelaksanaan pemeriksaan teroris tersebut, BIN tinggal berkoordinasi dengan Polri,” imbuhnya.

Supiadin yang notabene anggota Tim Pengawas Intelijen DPR ini berpendapat penambahan kewenangan terhadap BIN dalam rangka penguatan bidang pencegahan. Menurutnya revisi terhadap UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sepanjang demi keamanan negara mestinya publik tak perlu khawatir.

“Kerisauan dan kekhawatiran masyarakat perlu diantisipasi dengan membuat rambu-rambu agar aparat tidak sewenang- wenang menggunakan kekuasaannya,” kata politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu.

Wakil Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan berpandangan, hal terpenting terhadap RUU Pemberantasan Terorisme adalah di bidang pengawasan dalam implementasi di lapangan. Dengan begitu sepanjang kewenangan diberikan lebih, mesti diimbangi dengan pengawasan yang kuat. “Itu juga yang diharapkan sama seperti KPK. Semua permintaan oke saja, tinggal bagaimana pengawasannya,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berpandangan pihak yang mengkhawatirkan dengan penambagan kewenangan BIN adalah kalangan lembaga swadaya masyarakat. Khususnya terkait dengan hak asasi manusia. Pasalnya dikhawatirkan dengan kewenangan lebih BIN bakal membalikan posisi negara seperti era orde baru.

“Khawatirnya salah tangkap. Yang penting pengawasannya saja kalau diberikan kewenangan lebih. Tapi jangan dilabeli teroris padahal aktivis. Gak suka sama orang lain lalu asal dilabeli teroris,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait