Dicecar, Dewie Yasin Limpo : Lillahi Ta'ala Saya Tidak Tahu
Berita

Dicecar, Dewie Yasin Limpo : Lillahi Ta'ala Saya Tidak Tahu

Dewie mengaku pernah minta Rp150 juta kepada Irenius dengan alasan supaya tidak dipinjami uang.

NOV
Bacaan 2 Menit
Dewie Yasin Limpo saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Dewie Yasin Limpo saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo dicecar Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar mengenai pertemuan di Pondok Indah Mal (PIM) II. Pasalnya, Dewie mengaku pertemuan dengan Kadis ESDM Kabupaten Deiyai, Irenius Adii, Setiady Jusuf, Bambang Wahyuhadi, dan Rinelda Bandaso di PIM II itu hanya kebetulan.

Dewie mengatakan, keberadaannya di PIM II untuk menghadiri acara reuni teman-teman SMP. Ia datang bersama staf ahli-nya, Bambang Wahyuhadi. Selesai reuni, Dewie berniat pulang dan mencari-cari Bambang. "Rupanya saya lihat dia di restauran bebek," katanya saat bersaksi dalam sidang Irenius dan Setiady di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/1).

Ketika masuk ke restauran bebek, Dewie melihat Bambang sedang makan bersama staf ahli-nya yang lain, Rinelda Bandaso alias Ine, Irenius, Setiady, dan seorang lagi yang belakangan diketahui bernama Stefanus Harry Jusuf. Dewie bersalaman dengan Irenius yang telah ia kenal sebelumnya sambil menanyakan sejak kapan Irenius berada di Jakarta.

Lalu, Dewie diperkenalkan dengan Setiady, pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih yang bekerja sebagai kontraktor di Papua. Menurut Dewie, pertemuan hanya berlangsung 15-20 menit. Ia mengaku, dalam pertemuan itu tidak ada pembahasan mengenai fee atau dana pengawalan maupun proposal pembangkit listrik di Deiyai.

Namun, pernyataan Dewie menimbulkan kecurigaan. Apa iya, Irenius sama sekali tidak menanyakan proposal pembangkit listrik yang telah dia serahkan kepada Dewie? Keberadaan Dewie di PIM II pun terlalu kebetulan. Dewie yang semula mengaku handphone-nya low batt dan tidak bisa digunakan, tiba-tiba tahu posisi Bambang.

Tidak hanya itu, mengapa Dewie yang tadinya mencari Bambang agar cepat pulang karena takut macet, tetapi ketika bertemu malah tidak menyuruh Bambang pulang. John meminta Dewie berkata jujur. Sebab, apa yang tampak di CCTV, tidak sesuai dengan cerita Dewie. Dewie berada cukup lama sekitar 30 menit di situ. Bahkan, handphone Dewie tidak terlihat low batt.

"Kami (hakim) yang di depan ini sama-sama sudah puluhan tahun menjalankan profesi. Cobalah bicara jujur karena sumber kami tidak hanya ibu. Tidak ada teori kebetulan seperti yang dikatakan rekan saya tadi," ujarnya.

Dewie menjawab, "Lillahi ta'ala saya tidak tahu pertemuan mereka di sana dan saya tidak pernah merencanakan. Saya tidak pernah menggagas pertemuan mereka di sana yang mulia".

"Saya tidak tuduh anda begitu. Yang saya tanyakan dan yang menimbulkan pertanyaan justru keterangan anda sendiri. Di satu pihak, anda bilang datang ke sana karena sangat memerlukan Bambang kepingin pulang khawatir macet, tapi di satu pihak anda tidak jadi pulang. Anda kan anggota DPR. Masa' iya, anggota DPR pola pikirnya seperti itu," ucap John.

Menanggapi pertanyaan John, Dewie beralasan sudah mengajak Bambang pulang. Namun, Dewie tidak tahu apakah Bambang langsung mengambil mobil setelah ia meninggalkan tempat pertemuan. Usai pertemuan, ia tidak langsung pulang, tetapi kembali menyambangi tempat acara reuni teman-teman SMP-nya.

Tak lama, Dewi menunggu di lobby PIM II hingga akhirnya Bambang datang menjemput Dewie dengan membawa mobil. Keterangan Dewie ini kembali dirasa aneh karena sebelumnya Dewie mengaku tidak bisa menghubungi Bambang melalui handphone-nya.
Pertanyaan pun beralih pada proposal pembangkit listrik yang diserahkan Irenius kepada Dewie.

Politisi Partai Hanura ini mengatakan, proposal itu diterima bertepatan dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII dengan Menteri ESDM Sudirman Said. Sebelum masuk ruang RDP, Dewie kebetulan bertemu Irenius yang membawa proposal.

Proposal diterima Dewie untuk diserahkan kepada Menteri ESDM saat RDP. Dewie di depan peserta RDP menyampaikan bahwa masih ada kabupaten di Papua yang masih belum memiliki listrik. Ironisnya, kantor Bupati Deiyai pun tidak ada listrik, sehingga untuk mengetik pun harus menumpang ke rumah warga.

Terkait proposal ini, Dewie mengaku baru menerimanya saat RDP. Ia membantah sudah menerima proposal sebelumnya dan meminta Ine menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dewie juga membantah perjuangannya untuk meng-goal-kan proposal Deiyai karena dilatarbelakangi oleh imbalan uang.

Tidak ada lagi tender
Sayang, di tengah perjalanan, proposal yang diajukan Irenius tidak bisa lagi masuk ke dalam Dana Tugas Pembantuan (DTP) yang dialokasikan dalam APBN. Dewie mendapat informasi, sudah tidak ada lagi tender-tender, karena proyek-proyek pembangkit listrik akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Bahkan, Dewie menyampaikan kepada Ine proyek tersebut akan dititipkan ke BUMN. Hal itu terungkap dalam rekaman percakapan Dewie, Bambang, dan Ine. Walau mengetahui tidak akan ada tender, Dewie tetap menanyakan soal Irenius kepada Ine. Sampai suatu waktu, Ine melaporkan kepada Dewie, ada pengusaha yang sudah siap.

Ketika ditanyakan, apa maksud "pengusaha sudah siap", Dewie mengaku tidak mengetahui. Dewie juga mengaku tidak pernah membicarakan kesepakatan fee atau dana pengawalan sebesar tujuh persen dari Setiady. Dewie hanya mengakui pernah meminta uang Rp150 juta dari Irenius. Itu pun tidak terkait proyek.

"Jadi, waktu itu, Bambang ngomomg, kelihatannya Irenius sudah kehabisan uang. Jangan sampai dia pinjam uang ke kita, siapa yang mau menagih ke Papua? Makanya, Bambang bilang lebih baik kita yang duluan yang meminta. Itu hanya siasat Bambang supaya tidak dipinjami uang, sehingga duluan meminta," ucapnya.

Entah logika apa yang dipakai Dewie, John menyerahkan penilaian kepada masing-masing, baik penuntut umum, hakim, maupun penasihat hukum. Yang pasti, John telah mengingatkan Dewie agar memberikan keterangan yang jujur di persidangan. "Logikanya seperti apa, nanti masing-masing saja yang menilai," tuturnya.

Irenius dan Setiady didakwa memberikan atau menjanjikan uang sejumlah Sing$177,7 ribu kepada Dewie untuk memuluskan anggaran proyek pembangunan pembangkit listrik di Deiyai. Uang diserahkan Setiady kepada Dewie melalui Stefanus dan Ine. Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 
Tags:

Berita Terkait