Pengakuan Damayanti Antar KPK Geledah Ruang Anggota DPR
Berita

Pengakuan Damayanti Antar KPK Geledah Ruang Anggota DPR

KPK menduga ada jejak-jejak yang terkait dengan tersangka di ruang kerja dua anggota Komisi V DPR.

NOV
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti mengenakan baju tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/1). KPK menahan kader PDIP itu terkait kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti mengenakan baju tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/1). KPK menahan kader PDIP itu terkait kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pengakuan tersangka Damayanti Wisnu Putranti membawa KPK untuk melakukan penggeledahan di kantor anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar, Budi Supriyanto dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Yudi Widiana. Padahal, peran dua anggota DPR tersebut belum pernah terungkap sebelumnya.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, penggeledahan di kantor dua kantor itu berdasarkan pendalaman dari hasil pemeriksaan tersangka. "Penyidik juga menduga ada jejak-jejak yang terkait dengan tersangka, sehingga diperlukan penggeledahan di dua ruang itu," katanya di KPK, Jumat (15/1).

Namun, Yuyuk enggan menyebutkan peran kedua anggota Komisi V itu karena sudah masuk materi penyidikan. Ia hanya menyampaikan, KPK juga melakukan penggeledahan di ruang kerja Damayanti, kantor Ditjen Binamarga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan kantor PT Windu Tunggal Utama (WTU).

Dari hasil penggeledahan, Yuyuk mengungkapkan, KPK menyita sejumlah dokumen dan barang elektronik. Ia tidak merinci dokumen apa saja yang disita KPK. Penggeledahan di kantor anggota Komisi V berlangsung sejak pukul 10.00 WIB, sedangkan penggeledahan di kantor PT WTU sudah selesai sekitar pukul 16.00 WIB.

Sempat terjadi adu mulut antara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan pihak KPK saat penyidik hendak menggeledah ruang milik Yudi Widiana. Sebagaimana diketahui, Fahri juga merupakan politisi PKS. Fahri menilai tindakan penggeledahan itu contempt of parliament karena dilakukan KPK dengan bantuan polisi bersenjata laras panjang.

Atas insiden ini, Yuyuk mengaku baru mengetahui lewat media dan belum mendapatkan klarifikasi dari penyidik KPK yang melakukan penggeledahan. Akan tetapi, ia memastikan penggeledahan sudah dilakukan sesuai prosedur. Penyidik juga sudah dilengkapi dengan surat-surat, termasuk perintah penggeledahan.

Jadi, menurut Yuyuk, seharusnya tidak ada masalah dengan penggeledahan tersebut. Walau sempat terjadi penolakan, ia tidak mau menyimpulkan tindakan itu sebagai menghalang-halangi penyidikan. Ia hanya menegaskan penggeledahan di ruang dua anggota Komisi V itu sudah sesuai prosedur yang berlaku.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Damayanti sebagai tersangka setelah anggota DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 13 Januari 2016. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, dalam OTT KPK mengamankan enam orang.

Keenam orang tersebut adalah Damayanti, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin (keduanya staf Damayanti), Direktur PT WTU Abdul Khoir, dan dua orang sopir. Namun, dari enam orang tersebut, KPK menetapkan empat tersangka, yaitu Damayanti, Julia, Dessy selaku pihak penerima, dan Abdul selaku pemberi.

Dari tangan Dessy dan Julia, KPK mengamankan uang masing-masing sejumlah Sing$33 ribu. Sebelumnya Julia juga telah menerima uang sebesar Sing$33 ribu dan telah diambil oleh Damayanti melalui sopirnya dari kediaman Julia. KPK menduga pemberian itu bukan yang pertama kali. Total pemberian uang mencapai Sing$404 ribu.

Pemberian uang diduga bertujuan untuk mengamankan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016. Proyek dimaksud adalah proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku. Komisi V merupakan komisi di DPR yang bermitra dengan Kementerian PUPR.

Atas perbuatannya, Damayanti, Julia dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, Abdul disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, atau Pasal 13 UU Tipikor.
Tags:

Berita Terkait