MK Tolak Uji Kewenangan Penerbitan SIM-STNK
Berita

MK Tolak Uji Kewenangan Penerbitan SIM-STNK

Mahkamah meminta Polri meningkatkan kualitas pelayanan dan menghindari tindakan penyalahgunaan wewenang ketika melaksanakan kewenangan ini.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Tolak Uji Kewenangan Penerbitan SIM-STNK
Hukumonline
Akhirnya secara bulat, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).Alasannya, kewenangan Kepolisian (Polri) menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sebagai bukti registrasi kendaraan bermotor sudah tepat dan tidak bertentangan dengan konstitusi.

“Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 89/PUU-XIII/2015 di ruang sidang pleno MK, Senin (16/11).   

Melalui Tim Kuasa hukumnya, Alissa Q Munawaroh Rahman, Hari Kurniawan, Malang Corruption Watch, dan PP Pemuda Muhammadiyah mempersoalkan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan c UU Polri dan Pasal 64 ayat (4) dan (6); Pasal 67 ayat (3); Pasal 68 ayat (6); Pasal 69 ayat (2) dan (3); Pasal 72 ayat (1) dan (3); Pasal 75; Pasal 85 ayat (5); Pasal 87 ayat (2); dan Pasal 88 UU LLAJ terkait kewenangan Polri menerbitkan SIM dan STNK.

Para pemohon menganggap penerbitan SIM dan STNK bukanlah tugas dan fungsi Polri. Polri seharusnya hanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Jika kewenangan penerbitan SIM-STNK tetap dijalankan Polri, masyarakat menjadi tidak terlayani, penegakan hukum tidak optimal dan cenderung disalahgunakan (korupsi).

Karena itu, apabila Polri ingin fokus pada penegakan hukum, seharusnya kewenangan Polri menerbitkan SIM-STNK dihapuskan dan dialihkan ke lembaga khusus. Dalam petitumnya, para pemohon meminta pasal-pasal itu sepanjang frasa “Polri” dan “Peraturan Kapolri” dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai “lembaga lain” dan “peraturan lembaga lain” karena bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.

Mahkamah menganggap kewenangan menyelenggarakan registrasi dan identifikasi dan memberi surat izin mengemudi kendaraan bermotor adalah bagian dari tugas keamanan dan ketertiban dalam arti luas. Dengan begitu, sudah tepat jika kewenangan itu diberikan kepada Polri dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Kewenangan ini juga relevan mengingat kemampuan forensik Kepolisian dalam rangka mengungkap suatu tindak pidana.

“Pemberian kewenangan tersebut kepada Kepolisian adalah efektif dan efisien,” tutur Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul saat membacakan pertimbangan putusan.

Tak hanya itu, kedua kewenangan itu salah satu bentuk pelayanan administrasi negara dan administrasi pemerintahan yang penting dan efektif guna memenuhi kebutuhan masyarakat agar terselenggaranya keamanan dan ketertiban berlalu lintas. Terlebih, para Pemohon tidak menjelaskan siapa dan atau lembaga mana yang memiliki kewenangan konstitusional menyelenggarakan registrasi dan identifikasi dan menerbitkan SIM.  

“Apabila permohonan ini dikabulkan justru akan terjadi kekosongan hukum yang sudah pasti menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan administrasi pemerintahan,” dalihnya.  

Menurutnya, mengalihkan kewenangan ini kepada instansi lain tidak akan menyelesaikan masalah. Terlebih, tidak ada jaminan apabila lembaga lain atau lembaga baru yang diberikan kewenangan tersebut akan lebih baik kinerjanya. Meski begitu, yang terpenting peningkatan kualitas pelayanan ketika Polri melaksanakan kewenangan ini.  

“Tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dugaan tindakan yang diasosiasikan dengan perilaku penyalahgunaan kewenangan dan bersifat koruptif,” pesannya.         

Kecewa
Usai pembacaan putusan, salah satu kuasa hukumnya Erwin Natosmal Oemar mengaku kecewa dengan isi putusan MK yang menolak permohonannya. Soalnya, di berbagai negara yang mengurusi masalah penerbitan SIM dan STNK adalah departemen perhubungan. “Kita cek praktik dan teori di berbagai negara, itu tugas dan kompetensi departemen perhubungan,” ujar Erwin usai persidangan di Gedung MK.

Persoalannya, ia menyayangkan sikap kementerian perhubungan sendiri yang tidak siap jika kewenangan mengurus SIM dan STNK dengan syarat administrasi lainnya dialihkan ke lembaganya. “Sayangnya Kemenhub saat memberikan keterangan di persidangan menyatakan tidak siap. “Makanya, bagaimanapun kita tetap menghormati putusan MK ini,” tegas Erwin.

Sementara Kakorlantas Polri Irjen (Pol) Condro Kirono menyambut baik dan menghormati putusan pengujian UU Polri dan UU LLAJ ini. Meski begitu, pihaknya senantiasa akan meningkatkan pelayanan penerbitan SIM dan STNK ini. “Langkah-langkah selanjutnya kita berkomitmen untuk meningkatkan layanan perbaikan, sarana dan prasarana yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Condro di tempat yang sama.  

Dia mengatakan pada tahun 2016 akan memberi kemudahan pelayanan perpanjangan SIM online di ibu kota provinsi. Jadi masyarakat yang ingin memperpanjang SIM di ibu kota provinsi tidak perlu kembali ke daerah atau kota asal pembuatan SIM tersebut.“Perpanjangan cukup di ibukota tempat tinggal pemilik SIM bersangkutan. Kita sudah melakukan gelaran SIM online dan sudah soft launcing pada 22 September 2015. Nanti kita akan grand launchingdi seluruh Indonesia,”katanya.

Kepolisian juga akan menerapkan sistemelectronic registration identification untuk registrasi kendaraan bermotor. Untuk registrasi ini, kepolisian juga akan menerapkannya secara nasional.  Selain itu, Polri akan berkoordinasi dengan kepolisian daerah untuk menentukan jenis kendaraan apa saja yang bisa diizinkan beroperasi bagi difabel. Fasilitas pelayanan bagi difabel ini khususnya akan dimulai di daerah Solo, Malang, dan Jakarta.

“Jenis difabel setiap orang berbeda-beda, nantinya kepolisian akan menyesuaikannya. Kita terbuka untuk mendapatkan masukan.”  
Tags: