Pemberantasan Korupsi Pemerintahan Jokowi Diberi Rapor Merah
Utama

Pemberantasan Korupsi Pemerintahan Jokowi Diberi Rapor Merah

PBNU apresiasi upaya pemerintahan Jokowi melakukan konsolidasi antar lembaga penegak hukum.

ANT
Bacaan 2 Menit
ICW. Foto: RES
ICW. Foto: RES
Genap setahun sudah Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bekerja. Sejumlah kalangan memberikan catatan positif maupun negatif terhadap performa Jokowi dari berbagai aspek. Sesuai bidang yang digelutinya, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan penilaian terhadap performa Jokowi untuk aspek pemberantasan korupsi.

ICW memberi rapor merah dengan nilai 5. Menurut ICW, publik cenderung kecewa terhadap kebijakan atau hal-hal lain yang terkait dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan baik oleh Jokowi-JK maupun kabinetnya dalam setahun ini.

"Jadi, angka 5 ini sebetulnya kritis, ibaratnya orang kalau mau lulus juga lulus yang karena pengasihan dosen gitu ya, dia masih dikasih lulus," kata peneliti ICW Lalola Easter dalam konferensi pers Rapor Setahun Jokowi-JK di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (20/10).

Merujuk pada 15 butir program Nawacita di bidang pemberantasan korupsi yang diusung Jokowi, menurut Lalola, belum ada satupun yang terlaksana. Diakui Lalola, waktu satu tahun memang relatif terlalu singkat untuk melakukan berbagai kemajuan pesat. Namun, menurutnya, jika tidak dimulai dari sekarang maka akan sulit mencapai keberhasilan program Nawacita.

"Meskipun banyak sekali catatan terkait dengan pemberantasan korupsi di era Jokowi-JK sebetulnya kita masih pada titik toleransi, artinya bahwa meskipun ada catatan tersebut tapi juga ada beberaapa hal yang perlu diapresiaasi tidak banyak memang gitu ya, artinya ke depannya Jokowi-JK itu harus menjadikan upaya pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritas kerja yang juga harus dipenuhi," ujarnya.

ICW menggunakan tujuh parameter sebagai pertimbangan dalam menilai kinerja Pemerintahan Jokowi di bidang pemberantasan korupsi. Tujuh parameter itu adalah pemilihan kabinet kerja Jokowi-JK, pemilihan pimpinan penegak hukum, kinerja penindakan pemberantasan korupsi, regulasi terkait dengan pemberantasan korupsi, dukungan terhadap KPK, pernyataan pemberantasan korupsi Jokowi-JK, dan pelaksanaan program Nawacita bidang pemberantasan korupsi.

"Catatan ICW ini diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung optimalisasi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.

Berbeda sudut pandang, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai satu tahun pemerintahan Jokowi-JK, konsolidasi lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, KPK dan kehakiman dalam melakukan penegakan hukum layak diapresiasi.

"Kepolisian dan kejaksaan dalam setahun terakhir telah menunjukkan tajinya dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi. Beberapa kasus besar telah diungkap. Kini masyarakat menunggu penuntasannya," ujar Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Robikin Emhas Robikin di Jakarta, Selasa (20/10).

Sayangnya, kata Robikin, konsolidasi lembaga penegak hukum tersebut tidak dibarengi oleh organisasi profesi advokat. Dia menyebut persoalan perpecahan yang kini melanda Perhimpunan Advokat Indonesia.

"Dalam setahun belakangan organisasi profesi advokat. PERADI sebagai organisasi advokat terbesar malah terbelah tiga. Padahal, peran advokat juga tidak boleh dipandang sebelah mata dalam proses penegakan hukum yang ada," ucapnya.

Robikin mengatakan ekspektasi masyarakat yang tinggi juga dialamatkan pada upaya pemberantasan terorisme dan peredaran narkotika, serta tindak kriminal pada umumnya. Pengacara Konstitusi ini menilai kelemahan pemerintahan Jokowi-JK terletak pada proses legislasi yang hingga saat ini masih banyak rancangan undang-undang yang belum selesai.

"Sorot mata ketidakpuasan publik tampak terlihat dalam proses legislasi. Kinerja pembentuk undang-undang dinilai lamban, bahkan jauh dari target yang ditetapkannya sendiri," ungkapnya.

Begitu juga di bidang HAM, menurut Robikin, peristiwa Tolikara dan Aceh Singkil menuntut pemerintah untuk kerja lebih keras lagi guna menjamin kebebasan warga negara dalam menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.

Selain itu, masyarakat juga menunggu bukan saja kemampuan dan keampuan pemerintah memadamkan "tragedi asap" akibat hutan-hutan yang terbakar dengan mengungkap tuntas pelaku pembakarnya.

"Tidak hanya pelaku di lapangan, tetapi juga siapa dalangnya," tukasnya.
Tags:

Berita Terkait