Ini Catatan Buruh dan Pengusaha Terhadap RPP Pengupahan
Berita

Ini Catatan Buruh dan Pengusaha Terhadap RPP Pengupahan

Buruh menuntut transparansi struktur dan skala pengupahan oleh perusahaan. Pengusaha menuntut kebijakan upah minimum yang realistis

ADY
Bacaan 2 Menit
Apindo. Foto: Sgp
Apindo. Foto: Sgp
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan pemerintah mengatur lebih detail pengupahan dalam regulasi yang lebih teknis. Namun sejak UU Ketenagakerjaan itu diterbitkan sampai sekarang, pemerintah belum menerbitkan peraturan teknis tentang pengupahan. Perbedaan kepentingan menyulitkan kata sepakat buruh dan pengusaha dalam penentuan skala upah.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, UU Ketenagakerjaan memandatkan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan. Nyatanya, selama dua belas  tahun UU Ketenagakerjaan berjalan, PP Pengupahan itu belum diterbitkan juga.

Timboel sudah mendengar informasi saat ini pemerintah sedang menyusun RPP Pengupahan dimaksud, bahkan menyiapkan catatan-catatan kritikal terhadap draf RPP yang ada. Pasal 11 RPP terkesan tidak mempertimbangkan masa kerja. Seorang pekerja yang masa kerjanya lima tahun bisa memiliki upah yang sama dengan pekerja dengan masa kerja satu tahun, khususnya bagi pekerja yang mengerjakan pekerjaan yang nilainya sama.

Lalu, Pasal 14 RPP Pengupahan menjelaskan tentang struktur dan skala upah, tapi tidak disebut bahwa pekerja berhak mengetahui struktur dan skala upah yang berlaku di perusahaan. Struktur dan skala upah yang tidak transparan, kata Timboel, bisa memunculkan diskriminasi upah antar pekerja.

“Banyak masalah pengupahan terjadi karena pengusaha tidak transaparan tentang struktur dan skala upah. Jika struktur dan skala upah itu dibuat terbuka dan transparan sehingga diketahui semua pekerja maka para pekerja di perusahaan itu akan tertantang untuk lebih bekerja produktif,” kata Timboel di Jakarta, Senin (21/9).

Timboel mengkritik pembayaran upah yang menggunakan mata uang selain rupiah. Ia melihat ada ketentuan dalam RPP Pengupahan yang membolehkan pemberi kerja mengupah pekerjanya dengan mata uang asing. Menurutnya, itu akan memunculkan ketidakadilan, karena pekerja yang dibayar dengan mata uang rupiah nilainya pasti lebih kecil daripada pekerja yang dibayar dengan dollar Amerika Serikat (AS).

Pekerja yang upahnya dibayar dengan dollar AS secara otomatis upahnya mengalami kenaikan jika nilai tukar dollar AS menguat terhadap rupiah. Oleh karenanya Timboel mengusulkan agar pembayaran upah dilakukan menggunakan mata uang yang sama, rupiah. Ini sesuai perintah Pasal 21 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Timboel mengklaim tidak ada ketentuan yang mewajibkan pemberi kerja memberikan slip gaji kepada pekerja dalam RPP. Menurutnya, pemberian slip gaji kepada pekerja harus diwajibkan karena itu terkait proses pembuktian ketika terjadi perselisihan hubungan industrial.

Selain itu RPP Pengupahan mengancam pekerja yang melakukan mogok kerja sesuai prosedur yang diatur UU Ketenagakerjaan tidak mendapat upah. Sebab ada ketentuan dalam RPP Pengupahan yang menyebut menjalankan tugas serikat pekerja dengan persetujuan pengusaha. “Artinya mogok kerja sesuai prosedur (legal) pasti tidak disetujui pengusaha. Padahal aturan yang ada selama ini secara tegas mengamanatkan pekerja yang mogok kerja sesuai prosedur upahnya tetap dibayar,” tukasnya.

RPP Pengupahan menyebut upah minimum diberlakukan untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Dengan aturan itu maka pekerja yang berkeluarga dengan masa kerja di bawah satu tahun bisa dikenakan upah minimum. Padahal dalam aturan sebelumnya menyebutkan upah minimum hanya untuk pekerja dengan masa kerja nol tahun atau lajang.

Menanggapi RPP Pengupahan, DPN Apindo secara organisasi memberikan sejumlah catatan terhadap kebijakan pengupahan di Indonesia. “Apindo menginginkan kebijakan ketenagakerjaan yang kondusif bagi iklim usaha termasuk kebijakan upah minimum yang realistis,” kata DPN Apindo dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Senin (21/9).

Dalam pembahasan akhir RPP pengupahan Apindo berharap penetapan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) digunakan untuk 5 tahun ke depan. Survei KHL dilakukan tahun 2015 ini untuk basis penyesuaian kenaikan upah minimum lima tahun ke depan. Survei KHL dilakukan tahun 2015 ini untuk basis penyesuaian kenaikan upah minimum lima tahun ke depan. Serta kenaikan tahunan upah minimum diusulkan berdasarkan formula yang sama di seluruh daerah di Indonesia yaitu hasil survey KHL ditambah inflasi nasional dan pertumbuhan masing-masing daerah.
Tags:

Berita Terkait