Perlindungan Aktivis HAM Perlu Diperkuat
Berita

Perlindungan Aktivis HAM Perlu Diperkuat

Guna mencegah tindakan kekerasan terhadap aktivis HAM.

ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung Komnas HAM. Foto: SGP.
Gedung Komnas HAM. Foto: SGP.
Komnas HAM mendorong agar DPR membahas RUU Perlindungan Aktivis HAM atau human rights defender. Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, mengatakan Komnas HAM sudah mendorong beberapa RUU baru dan revisi UU lama. Salah satu yang baru adalah RUU Perlindungan Aktivis HAM.

RUU Perlindungan Aktivis HAM tak masuk Program Legislasi Nasional 2015. Meski begitu, Komnas bertekad mendorong agar masuk Prolegnas tahun berikutnya.

Dikatakan Manager, Komnas HAM memandang RUU Perlindungan Aktivis HAM penting untuk melindungi para pegiat HAM, aktivis antikorupsi dan jurnalis dalam melaksanakan kerja-kerja mereka. Situasi yang berkembang belakangan ini menunjukkan urgensi regulasi yang melindungi aktivis HAM. Misalnya, kasus Marsinah dan Munir yang sampai saat ini belum tuntas, padahal kasusnya sudah berlangsung sejak lama. Aktivis antikorupsi di beberapa daerah mengalami kekerasan dan penangkapan. Bahkan, komisioner Komnas HAM dilaporkan ke Bareskrim karena mengkritisi penangkapan yang dilakukan kepolisian terhadap BW.

"Komnas HAM berkesimpulan, harus ada UU yang mengatur khusus tentang perlindungan terhadap pembela HAM atau human rights defender," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (08/9).

Maneger berpendapat aktivis pembela HAM rawan dikriminalisasi. Penyebabnya antara lain karena belum ada regulasi yang cukup memberi jaminan perlindungan terhadap aktivis HAM. Kondisi itu diperparah dengan minimnya perspektif HAM di kalangan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim. Akibatnya, ketika memproses perkara atau memutus kasus yang berkaitan dengan aktivis HAM, jarang sekali disertai restitusi bagi korban.

Kondisi itu menurut Maneger kerap ditemui dalam berbagai kasus. Misalnya, dalam sidang praperadilan, hakim memutus penangkapan yang dilakukan terhadap seorang aktivis HAM menyalahi prosedur maka harus dibebaskan. Ketika aktivis HAM itu bebas, jarang sekali ada restitusi. Begitu pula dengan aktivis HAM yang ditangkap dalam kurun waktu beberapa hari lalu dibebaskan. Jika hakim berperspektif HAM, ia yakin dalam putusannya akan disertai dengan restitusi.

"Kalau terbukti ada kesalahan prosedur dalam penangkapan, maka negara harus memberi kompensasi atas kerugian akibat penangkapan itu. Itu jarang ditemui dalam putusan hakim," ujar Maneger.

Penuntut umum seharusnya juga memasukan restitusi dalam tuntutan. Komnas HAM sudah berupaya melakukan itu lewat pendapat hukum di depan persidangan (amicus curiae) dalam sejumlah kasus. Salah satunya perkara kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) di Medan. Selain memberi pendapat hukum dalam persidangan yang digelar di PN Medan, Komnas HAM juga mendorong jaksa untuk memasukan restitusi dalam tuntutan. Dengan begitu diharapkan ketika majelis hakim memberi putusan, bukan saja pidananya yang dikejar kepada pelaku tapi juga restitusi harus diberikan kepada korban.

Maneger menegaskan, Komnas HAM berkomitmen untuk mendorong RUU Perlindungan Aktivis HAM. Regulasi itu penting untuk dibentuk agar ada kendali sosial terhadap pemimpin pemerintahan. Sekaligus memberi efek jera terhadap pelaku kekerasan.

Akibat minimnya regulasi Maneger mengatakan dalam rangka melindungi aktivis HAM, Komnas HAM menanganinya secara kasus per kasus. Misalnya, ada jurnalis yang mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian ketika meliput sebuah berita. Maka Komnas HAM langsung berkomunikasi dengan Kapolri mendesak penyelesaian kasus itu. "Jadi Komnas HAM selama ini seperti pemadam kebakaran dalam melindungi aktivis HAM. Penanganan dilakukan kasus per kasus," tukasnya.

Seperti kasus yang dialami aktivis lingkungan di desa Antajaya kabupaten Bogor, Muhamad Miki, yang ditangkap kepolisian. Penangkapan itu diduga tanpa melewati prosedur. Misalnya, ketika dilakukan penangkapan aparat tidak menunjukan surat penangkapan. Menurut Maneger, sebagai langkah cepat, Komnas HAM akan melayangkan surat kepada pihak terkait seperti Kapolres Bogor.

Saat ini, Miki diadvokasi oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi tolak kriminalisasi. Terdiri dari LBH Keadilan Bogor Raya (KBR), Walhi, JATAM dan YLBHI. Salah satu anggota tim advokasi, Daud Beureh, perlindungan terhadap Miki sebagai pembela HAM sangat dibutuhkan. Miki bersama warga desa Antajaya menolak kehadiran perusahaan tambang yang ingin mengeksploitasi gunung yang lokasinya sangat dekat dengan desa. Padahal, gunung itu menjadi sumber penghidupan warga.

Namun, dikatakan Daud, Polres Cibinong (kabupaten Bogor) melakukan penangkapan sewenang-wenang dan menetapan Miki sebagai tersangka. Menurutnya, penangkapan itu merupakan dampak dari tindakan kriminalisasi yang dilakukan terhadap pembela HAM dan anti korupsi di Jakarta. "Ini dampak dari penangkapan sewenang-wenang terhadap pembela HAM dan anti korupsi. Seperti yang dialami komisoner KPK, BW," paparnya.

Anggota tim advokasi lainnya, Prasetyo Utomo, mengatakan LBH KBR sudah mengajukan praperadilan terhadap penangkapan dan penetapan tersangka Miki. Tapi, dalam beberapa kali persidangan pihak Polres Bogor tidak pernah hadir. Bahkan ketika proses praperadilan bergulir, Polres Bogor seolah mempercepat perkara Miki untuk dilimpahkan ke Kejaksaan (P21).
Tags:

Berita Terkait