KPPU Selidiki Dugaan Kartel Daging Sapi
Berita

KPPU Selidiki Dugaan Kartel Daging Sapi

Investigasi sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu.

FNH
Bacaan 2 Menit
Kantor KPPU. Foto: RES.
Kantor KPPU. Foto: RES.
Meroketnya harga daging sapi beberapa waktu  belakangan ini akhirnya membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan. Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf mengatakan pihaknya telah melakukan inspeksi ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Semanan, Jakarta Barat dan melakukan inspeksi bersama Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman ke feedloter milik PT Tanjung Unggul Mandiri (TUM) du Teluk Naga, Tengerang, Banten.

Berdasarkan hasil inspeksi tersebut,Syarkawi menegaskan bahwa KPPU akan segera memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kartel  daging sapi. “Saat ini tim masih terus melengkapi data hasil pemeriksaan yang sebelumnya sudah dilakukan,” kata Syarkawi dalam konferensi pers di kantor KPPU Jakarta Pusat, Selasa (18/8) kemarin.

Diakui Syarkawi, KPPU sudah melakukan investigasi dugaan kartel sapi sejak 2012 lalu. Hanya saja, indikasi kartel daging sapi tahun ini cukup kuat. Selanjutnya KPPU akan menyiapkan majelis dalam waktu dua minggu ke depan.

Sejauh ini KPPU telah melakukan pemeriksaaan terhada 24 terlapor yang berada di Jabodetabek. Sayang, Syarkawi enggan menjelaskan 24 pihak terlapor tersebut. Mereka adalah yang sudah diperiksa. “Tapi yang terlapor tidak tahu berapa, karena ini sudah masuk substansi,” ungkapnya.

Di balik meroketnya harga daging sapi, ada upaya pengurangan impor daging sapi oleh pemerintah. Hal ini merupakan salah satu kebijakan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan mengurangi impor daging sapi yang cukup ekstrim yakni dari kuota impor 750 ribu ekor sapi menjadi 350 ribu ekor sapi. Hal yang sama juga pernah dilakukan di era pemerintahan Presiden SBY yang mengurangi impor sapi sbesar 10 persen tiap tahunnya guna mengurangi ketergantungan impor.

Kebijakan Pemerintah justru kurang diikuti pemberdayaan di sektor lokal yakni para peternak sapi agar bisa lebih berproduksi dan bisa menggantikan posisi daging sapi impor. Akibatnya, terjadi distorsi pasar, pasokan berkurang drastis dan pada akhirnya harga melonjak naik. artinya, kuota sapi lokal belum bisa mengimbangi kebutuhan masyarakat.

Pemerintah mencoba mengatasi kemungkinan-kemungkinan terburuk dari pengurangan impor dengan menerbitkan Perpres No 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Tetapi Syarkawi menilai aturan tersebut belum bisa mengatasi keadaan-keadaan “khusus” seperti persoalan daging sapi.

“Dalam salah satu pasal Perpres tersebut, disebutkan adanya larangan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting di gudang ketika terjadi kelangkaan barang, gejolak, harga atau ketika terjadi hambatan lalu lintas perdagangan barang,” jelas Syarkawi.

Barang kebutuhan pokok yang dimaksud dalam Perpres ini adalah hasil pertanian (beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, bawang merah), hasil industri (gula, minyak goreng, tepung terigu), dan hasil peternakan dan perikanan (daging sapi, daging ayam ras,l telur ayam ras, ikan segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang). Sedangkan barang penting meliputi benih (padi, jagung, kedelai), pupuk, gas elpiji 3 kilogram, triplek, semen, besi baja knstruksi, dan baja ringan.

Jika merujuk pada isi Perpres, dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu kegiatan perdagangan nasional, pemerintah pusat wajib menjamin pasokan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting.

Untuk memastikan ketersediaan pasokan dan stablitas harga daging sapi, KPPU telah menyiapkan langkah-langkah strategis berupa saran terhadap kebijakan, tindakan dan telah menurunkan tim dalam bentuk investigasi yang nantinya akan memberikan putusan yang berpihak terhadap masyarakat. Selain itu, KPPU juga akan melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga untuk menyelaraskan pandangan mengenai penanganan gejolak harga pangan.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan  Thomas Lembong menegaskan harga pangan merupakan salah satu hal yang akan dibenahi oleh Kementerian Perdagangan. Ia  meminta waktu agar dapat mempelajari secara mendalam permasalahan pangan, sehingga diperoleh kebijakan yang tepat.

"Belum waktunya saya bicara, mohon bantuannya kepada teman-teman beri saya waktu sedikit saja satu sampai dua hari lagi. Saya tidak mau sembarangan ngomong, karena saya ingin mempelajari semuanya secara mendalam," ujar Thomas Lembong.
Tags:

Berita Terkait