Sutiyoso Diusulkan Jadi Kepala BIN, Komisi I Pertimbangkan Faktor Usia
Berita

Sutiyoso Diusulkan Jadi Kepala BIN, Komisi I Pertimbangkan Faktor Usia

Jenderal (purn) TNI angkatan darat bintang tiga itu juga diminta bersedia melepaskan jabatan Ketua Umum PKPI.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Sutiyoso (baju merah). Foto: Sgp
Sutiyoso (baju merah). Foto: Sgp
Mantan Gubernur DKI dua periode Letnan Jenderal (Letjen) purnawirawan Sutiyoso diusulkan Presiden Joko Widodo menempati kursi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menggantikan Marciano Norman. DPR akan menindaklanjuti dengan melakukan uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I yang membidangi pertahanan.

“Sudah saya terima surat termasuk masalah Kepala BIN yang beliau tunjuk adalah Pak Sutiyoso menggantikan Pak Marciano,” ujar Ketua DPR Setya Novanto kepada wartawan,  di Gedung DPR, Rabu (10/6).

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menambahkan, orang yang bakal menduduki posisi Kepala BIN mesti memiliki kompetensi intelijen. Kompetensi itu mesti ditelisik dari latar belakang karier calon.

Menurutnya, presiden tentunya memiliki pertimbangan menunjuk Sutiyoso yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) untuk menempati Kepala BIN. Meski begitu, adalah hak prerogratif presiden memilih calon Kepala BIN.

“Memang siapa yang dirasa cocok dengan cemistry dengan presiden dalam konteks BIN maka presiden memiliki hak tentukan siapa orang di situ. Tapi penentuan orang pasti berlatar belakang militer. Jadi ini kita serahkan kepada presiden,” ujar politisi PAN itu.

Untuk diketahui, pemilihan Kepala BIN diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Ayat tersebut menyebutkan, Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia’.

Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan, dalam uji kelayakan dan kepatutan, ia akan mendalami terkait dengan usia Sutiyoso yang mendekati 70 tahun. Menurutnya, faktor usia boleh jadi menjadi ganjalan. Meskipun Sutiyoso memiliki pengalaman karier di bidang militer yang cukup panjang, akan menjadi pertimbangan dalam uji kelayakan dan kepatutan nantinya.

“Kalau soal usia relatif nanti kita lihat apakah usia ini bisa jadi kendala atau tidak dalam uji kelayakan dan kepatutan,” ujarnya.

Terkait dengan kiprah Sutiyoso dalam dunia politik, Mahfudz meminta agar jenderal (purn) TNI angkatan darat bintang tiga itu melepaskan jabatan Ketua Umum PKPI. Pasalnya, pejabat negara mesti terbebas dari kepentingan politik.

Terlebih, lembaga BIN merupakan alat intelijen negara yang tidak diperbolehkan adanya tekanan dan kepentingan politik dari pihak mana pun. Oleh sebab itu, syarat terbebas dari kepentingan politik dan melepaskan atribut kepartaian merupakan bagian syarat menjadi pejabat negara, khususnya Kepala BIN.

“Alat intelijen negara yang dia tidak boleh bekerja terdistorsi oleh kepentingan kepentingan partisan,” ujar politisi PKS itu.

Anggota Komisi I Salim Mengga berpandangan, Sutiyoso memiliki karir di kemiliteran cukup panjang. Malahan, sosok Sutoyoso di dunia intelijen memiliki kemampuan yang cukup mumpuni. Selain itu, ia pernah menjabat Gubernur DKI selama dua periode.

Terkait dengan usia mendekati usia 70 tahun, sepanjang fisik dan kemampuan berpikir prima, Salim tak mempersoalkan. “Bagi beliau intelijen itu sudah sarapan setiap hari ditambah dengan pengalaman penugasan bervariasi, selain itu banyak pemimpin yang lebih dari 70 tahun tetap produktif,” ujar politisi Demokrat itu.

Pendapat berbeda dikeluarkan anggota Komisi I TB Hasanuddin. Dia menilai usia Sutiyoso terbilang tua untuk menjabat Kepala BIN. Pasalnya, pekerjaan sebagai Kepala BIN mesti lincah. Kemudian, sepengetahuan TB Hasanuddin, Sutiyoso saat menjabat Pangglima Kodam Jaya sempat melakukan penyerbuan kantor DPP PDI pada 1996 silam. Ia mempertanyakan pertimbangan presiden menunjuk Sutiyoso menjabat Kepala BIN.

“Saya tidak tahu pertimbangannya, saya harus tanya dulu,” ujarnya.

Terkait dengan kemampuan intelijen, TB Hasanuddin menjelaskan bahwa kondisi era orde baru dengan era reformasi memiliki perbedaan. Jika dahulu intelijen melakukan identifikasi, penyelidikan, penyidikan dan penangkapan, tentu berbeda dengan kondisi saat ini. Menurutnya, BIN di era reformasi menggunakan pendekatan manusiawi, teknik dan kemampuannya tentu berbeda dengan era orde baru.

Lebih jauh, politisi PDIP itu tidak memberikan apresiasi terhadap penunjukan Sutiyoso sebagai Kepala BIN. “Itu sudah keputusan presiden mau apa, saya tidak mengapresiasi keputusan itu, ya sudah mau apa. Saya cuma ngomong gini, apa kata kader (PDIP), red),” pungkas jenderal purniawirawan TNI angkatan darat bintang dua itu menyindir.
Tags:

Berita Terkait