Pergantian Panglima TNI Harus Merujuk UU
Berita

Pergantian Panglima TNI Harus Merujuk UU

UU TNI mengatur jelas jabatan panglima TNI dilakukan secara bergantian dari angkatan darat, laut dan udara.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. Foto: www.tni.mil.id
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko. Foto: www.tni.mil.id
Panglima TNI Jenderal Moeldoko bakal mengakhiri masa purna baktinya per 1 Agustus 2015. Namun, hingga kini belum muncul nama pengganti Jenderal Moeldoko sebagai panglima TNI. Meski pergantian Panglima TNI menjadi hak prerogratif Presiden Joko Widodo, namun mesti merujuk pada UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Kita menghargai apa yang akan diputuskan presiden. Tetapi kita mengacu pada UU 34 Tahun 2004 tentan TNI itu jelas mengacu kepada pergantian,” ujar Ketua DPR Setya Novanto kepada wartawan di Gedung DPR, Jumat (5/6).

Ia mempersilakan presiden dengan kewenangannya menunjuk prajurit tentara yang cocok untuk memimpin TNI. Namun, mesti dengan berbagai pertimbangan yang matang dalam menunjuk seseorang. Setya Novanto tidak mempersoalkan pergantian panglima TNI secara bergantian dari tiga angkatan, yakni Darat, Udara dan Laut.

Terpenting, prajurit yang ditunjuk Presiden Jokowi menjadi panglima TNI mesti lolos seleksi oleh DPR. Persoalan menerima atau menolak usulan presiden, hal tersebut menjadi kewenangan Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan keamanan dalam dan luar negeri.

“Di mana pada akhirnya nanti menerima atau menolak apabila itu ada persyaratan" yang belum bisa menerima tapi semuanya kita serahkan mekanismenya kepada presiden,” ujar politisi Golkar itu.

Ketua MPR Zulkifli Hasan berpandangan, adalah hak presiden untuk mengganti Panglima TNI. Ia menilai presiden tentunya memiliki penilaian dan pertimbangan sebelum menunjuk sosok calon Panglima TNI. Presiden pun memiliki tim yang ditugaskan menilai sosok calon pengganti Jenderal Moeldoko.  “Itu haknya presiden, terserah beliau,” ujarnya.

Pasal 13 ayat (2) UU tentang TNI menyebutkan, “Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.  Sedangkan ayat (4) menyebutkan, “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan”.

Tradisi pergantian panglima TNI secara bergantian dari ketiga angkatan mulai diberlakukan sejak era Presiden Abdurahman Wahid hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tentu saja pemberlakukan tradisi itu mengacu pada UU TNI. Namun Zulkifli menilai dimungkinkan terjadi perbedaan dengan tidak bergantian. Dengan kata lain, prajurit dari korps angkatan darat dimungkinkan menjadi Panglima TNI.

“Bisa saja tiap presiden berbeda. tapi ya terserah bapak presiden itu, Panglima TNI dan menteri itu hak prerogratif beliau,” ujar politisi PAN itu.

Anggota Komisi I TB Hasanuddin berpendapat, pemilihan Panglima TNI mengacu pada Pasal 13 ayat (4) UU 34/2004. Menurutnya, jabatan Panglima TNI diemban oleh perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Nah, mengacu pada Pasal 13 ayat (4) itulah jika sebelumnya kursi Panglima TNI ditempati oleh Laksamana Agus kemudian diserah terimakan kepada jenderal Muldoko, maka giliran berikutnya adalah Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau).

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan  (PDIP) itu berpendapat terlepas pasal 13 ayat (4) UU TNI, semua akhirnya bergantung di tangan Presiden Jokowi. Pasalnya presiden sebagai pemegang hak prerogratif. Kendati begitu, TB Hasanuddin yakin Presiden Jokowi akan menggunakan hak prerogratifny sesuai UU 34/2004. Dengan kata lain, Panglima TNI akan ditempati prajurit dari korps angkatan udara.

“Semuanya akhirnya sangat tergantung kepada presiden sebagai pemegang hak prerogatif , tapi kami yakin hak prerogatif itu akan dijalankan berdasarkan pada undang undang yang berlaku,” pungkas Jenderal bintang dua purnawirawan TNI angkatan darat itu.
Tags:

Berita Terkait