Sejumlah pemerhati jaminan sosial menggugat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sebagaimana diwartakan www.mahkamahkonstitusi.go.id, pasal-pasal yang diujikan antara lain terkait aturan penunjukkan Dewan Pengawas BPJS dan pemisahan aset BPJS.
Para Pemohon antara lain Yaslis Ilyas, Kasir Iskandar, Odang Muchtar, dan Dinna Wisnu. Menurut Pemohon, Pasal 21 ayat (2) beserta penjelasan Undang-Undang BPJS bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Ketentuan tersebut dinilai membuka ruang terpilihnya Dewan Pengawas BPJS yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat lantaran adanya dua orang unsur pemerintah sebagai Dewan Pengawas. Hal tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakindependenan pengawasan yang dilakukannya.
Selain itu, Pemohon menilai berdasarkan ketentuan tersebut, yang dapat menduduki jabatan dalam jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan hanya yang tergabung dalam jajaran pemerintahan, jajaran pemberi kerja, pekerja, dan tokoh masyarakat yang sulit ditentukan kriterianya.
“Jabatan dalam jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan harus berasal dari unsur pemerintah, unsur pekerja, pemberi kerja, dan juga unsur tokoh masyarakat yang menurut pendapat kami posisi tersebut hanya dapat diisi oleh mereka yang tergabung dalam jajaran tersebut sehingga sulit ditentukan kriterianya,” ujar Kuasa Hukum Pemohon Dwi Putri dalam sidang perdana perkara nomor 47/PUU-XIII/2015 di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (29/4).
Pemohon juga menggugat ketentuan batasan usia dewan pengawas BPJS yang tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f UU BPJS. Pemohon berpendapat pembatasan ketentuan usia tersebut telah menghambat pelaksanaan kinerja BPJS Kesehatan yang berkaitan dengan batasan usia dewan pengawas.
“Menurut kami, untuk menduduki jabatan dewan pengawas sebaiknya tidak didasarkan pada batasan usia tetapi didasarkan pada kriteria yang diukur dari jenjang pendidikan formal yang dimiliki, serta didasarkan pada kompetensinya,” jelas Dwi.
Pemohon menuturkan, direksi BPJS tidak bisa menggunakan aset BPJS ketika aset Dewan Jaminan Sosial dalam keadaan tidak memadai untuk membayar klaim fasilitas kesehatan sehingga jaminan sosial Para Pemohon akan terganggu. Selain itu, pemisahan aset tersebut menjadikan direksi BPJS akan merasa aset BPJS sebagai miliknya. Padahal sebagai badan hukum publik, aset pemerintah dan tidak boleh dipisahkan karena merupakan aset rakyat.
Oleh karena itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 21 ayat (2) beserta Penjelasannya, Pasal 25 ayat (1) huruf f, Pasal 41 ayat (2), Pasal 42, dan Pasal 43 ayat (2) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi permohonan Pemohon, Majelis Hakim Panel yang diketuai Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menyarankan Pemohon untuk memperbaiki susunan petitumnya. “Mestinya pertama Anda mohon dulu ini bahwa bertentangan dengan UUD 1945, kemudian berikutnya sebagai konsekuensinya maka tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Itu biasanya dipisahkan,” ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.