Setidaknya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada sekitar 11 pelaku tindak pidana korupsi perempuan yang terjerat kasus korupsi sepanjang tahun 2004 hingga Februari 2015. Ada perempuan yang hanya menjadi pelaku turut serta bersama-sama suaminya, ada pula yang menjadi pelaku korupsi itu sendiri.
Tengok saja, sudah ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan perempuan. Antara lain, istri Wali Kota Palembang Romi Herton, Masyito yang terlibat dalam kasus suap pengurusan sengketa Pilkada Wali Kota Palembang di Mahkamah Konsitusi (MK), istri Bupati Karawang Ade Swara, Nurlatifah, dan mantan hakim tinggi Pasti Serefina Sinaga.
No | Nama | Kasus |
1 | Miranda Gultom | Suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI |
2 | Nunun Nurbaeti | Suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI |
3 | Neneng Sri Wahyuni | Korupsi pengadaan PLTS Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi |
4 | Mindo Rosalina Manulang | Suap wisma atlet |
5 | Angelina Sondakh | Korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olaharaga |
6 | Ratu Atut Chosiyah | Pengurusan sengketa Pilkada Banten dan Lebak, serta korupsi pengadaan Alkes Banten dan Tangerang Selatan |
7 | Susi Tur Andayani | Pengurusan sengketa Pilkada Lebak |
8 | Chairun Nisa | Suap dari Bupati Gunung Mas dan pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK |
9 | Masyito | Pengurusan sengketa Pilkada Palembang di MK |
10 | Nurlatifah | Suap, pemerasan, dan pencucian uang terkait pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) PT Tatar Kertabumi di Karawang. |
11 | Pasti Serefina Sinaga | Penerimaan terkait pengurusan perkara korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Kota Bandung. |
Melihat fenomena perempuan sebagai pelaku korupsi, pakar hukum pidana Yenti Garnasih merasa prihatin. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan mulai berani menjadi pelaku korupsi. Antara lain, karena kedudukan atau kekuasaan yang dimiliki perempuan tersebut.
"Artinya, baik itu sebagai anggota DPR, eksekutif, atau yudikatif. Ada juga yang terbawa suaminya, sehingga dia terjerumus untuk ikut melakukan korupsi. Selain itu, faktor gaya hidup juga bisa menjadi salah satu penyebab perempuan melakukan korupsi. Misalnya, ingin tampil mewah secara instan," kata Yenti kepada hukumonline, Selasa (21/4).
Yenti menjelaskan, meningkatnya keterlibatan perempuan dalam kasus korupsi adalah konsekuensi dari semakin banyak perempuan yang berkiprah di pemerintahan, legislatif, yudikatif, dan swasta. Ia sangat menyayangkan jika kemampuan perempuan dalam bersaing diikuti dengan "persaingan" dalam melakukan korupsi.
Menurut Yenti, seorang perempuan seharusnya memiliki rasa malu yang lebih tinggi, mengingat perempuan juga merupakan seorang ibu. Perempuan harus peka dan berpikir cerdas untuk tidak terlibat korupsi. Terlebih lagi, perempuan yang berada di lingkaran kekuasaan atau istri-istri para pemegang kekuasaan.