Kenaikan Iuran BPJS Tak Selesaikan Masalah
Berita

Kenaikan Iuran BPJS Tak Selesaikan Masalah

Penyelesaian masalah BPJS Kesehatan harus dilakukan secara komprehensif.

ADY
Bacaan 2 Menit
BPJS Kesehatan. Foto: RZK
BPJS Kesehatan. Foto: RZK
Pemerintah berencana menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengatasi kendala yang dihadapi program jaminan kesehatan itu. Rencana itu dikritik banyak kalangan, tak hanya buruh, tetapi juga anggota DPR.

Mantan Wamenkes, Ali Gufron Mukti, berpendapat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi BPJS Kesehatan tidak cukup dengan menaikan iuran peserta. Menurutnya, harus dilakukan evaluasi komprehensif terlebih dulu. "Masalah yang dihadapi BPJS Kesehatan tidak akan selesai hanya dengan menaikan iuran," katanya dalam diskusi yang digelar Elkape di Jakarta, Kamis (02/4).

Implementasi program jaminan kesehatan tak semudah yang dibayangkan. Secara kelembagaan, ada hambatan berkaitan dengan otoritas antar lembaga. Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Dan BPJS Kesehatan sama-sama di bawah presiden sehingga menimbulkan masalah dalam implementasi kebijakan.

BPJS Kesehatan juga menghadapi sejumlah lembaga. Ali Gufron mencontohkan petugas BPJS Kesehatan. Seharusnya para petugas  di garda depan ini bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi dilapangan agar tidak selalu menunggu keputusan keputusan dari jajaran manajemen. Dengan kata lain, harus ditegaskan kewenangan BPJS Kesehatan tingkat cabang, regional dan pusat.

Dari berbagai evaluasi itu sedikitnya ada lima indikasi yang perlu dicermati. Pertama, apakah akses pelayanan untuk masyarakat sudah baik atau belum; kedua, bagaimana kualitas pelayanan; ketiga, apakah penerapan program ini sudah mencerminkan keadilan dan pemerataan layanan; keempat, efisiensi; dan kelima, keberlanjutan program.

Masalah pelayanan, misalnya, pekerjaan rumah BPJS Kesehatan adalah memangkas antrian. BPJS sudah menerapkan sistem bridging. Untuk mengatasi masalah ini, Ali mengusulkan agar dilakukan terobosan dalam menyediakan dokter spesialis. Dengan demikian, harus ada kerjasama yang dibangun antara Kemenkes dan Kementerian Pendidikan Tinggi.

Selanjutkan, kata Ali, BPJS harus mengatur agar ada kewajiban bagi dokter spesialis untuk bekerja di wilayah tertentu agar sebaran dokter spesialis merata. "Jadi harus diperbaiki semua mulai dari infrastruktur sampai SDM pelayanan kesehatan," ujarnya.

Anggota DJSN, Ahmad Ansyori, mengatakan monitoring dan evaluasi DJSN terhadap BPJS Kesehatan selama 2014 menghasilkan sejumlah hal. Diantaranya, belum banyak RS swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Hal itu berdampak pada pelayanan kepada peserta. Kemudian, sistem IT BPJS Kesehatan belum optimal dalam menangani keluhan peserta. Proses penanganannya masih manual, belum bisa ditampilkan secara real time sehingga mempersulit pengawasannya.

Direktur Litigasi Kemenkumham, Nasrudin, mengatakan persoalan yang melanda BPJS Kesehatan tak lepas dari regulasi. Peraturan pelaksana baru dibentuk di saat akhir menjelang beroperasinya BPJS Kesehatan. Peraturan teknis dibahas dan diterbitkan pada pengujung 2013, sedangkan BPJS Kesehatan mulai beroperasi 1 Januari 2014. “Akibatnya, sosialisasi dari peraturan pelaksana itu tidak optimal,” ujarnya.

Untuk itu, Nasrudin menekankan perbaikan regulasi BPJS Kesehatan harus terus dilakukan. Misalnya, dilakukan perbaikan kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI), sehingga anak baru lahir dari peserta PBI otomatis jadi peserta PBI BPJS Kesehatan.
Tags:

Berita Terkait