Ini Substansi Wajib dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Berita

Ini Substansi Wajib dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan

Setidaknya mencakup perlindungan terhadap aspek kehidupan nelayan dan aspek terhadap usaha nelayan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Kegiatan nelayan. Foto: kampungnelayan.com
Kegiatan nelayan. Foto: kampungnelayan.com
RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015. Beragam usulan mulai berdatangan terkait substansi dari RUU ini. Salah satunya datang dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

Ketua Umum HNSI Yusuf Solichin mengatakan, salah satu substansi yang wajib masuk ke dalam RUU adalah ketegasan mengenai definisi dari nelayan itu sendiri. Menurutnya, dalam UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan hanya menyebutkan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan.

Ia menilai, definisi nelayan dari UU tersebut masih dangkal. Padahal, masih ada jenis nelayan yang mata pencahariannya tidak hanya dengan menangkap ikan, yakni, nelayan perikanan budidaya. Jika merujuk dari UU tersebut, maka nelayan perikanan budidaya tidak masuk definisi sebagai nelayan.

“RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan ini harus tegas dulu, apakah perikanan tangkap saja atau termasuk budi daya. Karena UU itu menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Yusuf dalam sebuah diskusi di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (10/3).

Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan, selain masalah definisi sejumlah substansi juga perlu diatur dalam RUU tersebut. Setidaknya, terdapat dua aspek yang ia tawarkan agar bisa masuk ke dalam RUU. Kedua aspek tersebut adalah, perlindungan terhadap kehidupan nelayan dan perlindungan terhadap usaha nelayan.

Untuk perlindungan terhadap kehidupan, lanjut Arif, bisa menyangkut masalah kemudahan memperoleh pangan, kesehatan, pendidikan, tanah dan perumahan bagi nelayan. Sedangkan aspek perlindungan usaha berkaitan dengan keselamatan fisik, aspek harga, hak atas hasil seperti upah bagi nelayan yang bekerja di industri kapal besar hingga adanya asuransi perikanan.

“Saya rasa perlu ada subsidi harga. Saya pernah ikut nelayan, sampai darat ikannya di buang karena harganya nol rupiah, karena over supply,” kata Arif.

Terkait asuransi perikanan, lanjut Arif, Indonesia bisa mencontoh Jepang. Menurutnya, di Jepang, asuransi tidak hanya berlaku untuk kecelakaan saja, tapi juga menyangkut kerugian yang diderita nelayan. Untuk kerugian, wajib ada hitung-hitungan tersendiri. Pemberian asuransi seperti ini adalah peran dari negara.

Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron menyambut baik sejumlah substansi yang bisa dimasukkan ke dalam RUU. Menurutnya, Komisi IV DPR sengaja memprioritaskan RUU ini agar dapat mensejahterakan nelayan Indonesia. Alasan serupa yang menjadi dasar Komisi IV dalam membahas RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani pada periode lalu.

“Ini dua komunitas besar, petani dan nelayan, harusnya menjadi ujung tombak bangsa ini,” kata politisi dari Partai Demokrat ini.

Ia berjanji, dalam penyusunan RUU, DPR akan meminta masukan dari masyarakat, yang salah satunya dari HNSI. Menurutnya, nafas dari RUU ini adalah untuk memberikan insentif bagi nelayan Indonesia baik dari sisi perlindungan maupun pemberdayaannya. Misalnya, terdapat asuransi yang mengcover usaha dari nelayan hingga terdapat perlindungan terhadap harga ikan.

“Harus ada ketentuan batas bawah supaya masyarakat nelayan pada musim banyak tidak sangat murah. Beri ketentuan perlindungan harga terhadap hasil yang mereka dapatkan,” tutur Herman.

Selain itu, dalam RUU juga diperlukan adanya perlindungan dari sisi advokasi. Selama ini, kata Herman, banyak masyarakat nelayan yang tidak tahu mana batas wilayah perairan Indonesia dengan Asutralia sehingga banyak yang ditangkap Negeri Kangguru itu. “Kalau di darat ada tugunya, di laut tidak ada tugunya,” ujarnya.

Bahkan. Lanjut Herman, dalam RUU perlu diatur kemudahan akses permodalan bagi nelayan. Selama ini nelayan Indonesia sulit memperoleh akses permodalan dari perbankan karena tak memiliki barang yang bisa jadi jaminan. Tidak seperti petani yang memiliki sawah untuk dijadikan jaminan. Sedangkan di sisi pemberdayaan, RUU wajib meningkatkan lagi pendidikan dan penyuluhan terhadap nelayan.
Tags:

Berita Terkait