Ombudsman Temukan Maladministrasi Penangkapan BW
Utama

Ombudsman Temukan Maladministrasi Penangkapan BW

Penulisan identitas BW dalam surat penangkapan salah.

ADY
Bacaan 2 Menit
Bambang Widjojanto saat mengadukan kasusnya ke Ombudsman RI. Foto: RES
Bambang Widjojanto saat mengadukan kasusnya ke Ombudsman RI. Foto: RES
Rupanya, penyimpangan yang dilakukan polisi saat menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto (BW) bukan hanya ditemukan Komnas HAM. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) juga menemukan maladministrasi yang dilakukan kepolisian. Jenis-jenis maladministrasi itu disampaikan ORI kepada publik di Jakarta, Selasa (24/2).

Komisoner ORI bidang penyelesaian pengaduan, Budi Santoso, menjelaskan klasifikasi maladministrasi yang ditemukan meliputi pelanggaran peraturan perundang-undangan, pengabaian kewajiban hukum, kelalaian dan penyimpangan prosedur.

Berdasarkan pemeriksaan ORI, penangkapan BW tanpa didahului surat panggilan. Padahal dalam standar internal Polri sendiri, surat panggilan itu harus dilayangkan. Ini diatur dalam  Pasal 36 Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Bahkan, ada kesalahan penulisan identitas BW dalam surat penangkapan, tidak ada uraian rinci ketentuan (pasal) yang menunjukan peran dan kualifikasi tersangka sebagai pelaku tindak pidana. Maladministrasi ini melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

ORI juga menemukan fakta polisi menerbitkan surat perintah penggeledahan rumah tanpa terlebih dulu mengajukan permohonan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) setempat. Padahal, pengajuan izin itu telah diatur dalam pasal 33 ayat (1) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) dan (2) Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Selanjutnya, penyidikan dilakukan tanpa didahului penyelidikan. Sehingga ada pelanggaran terhadap pasal 1 angka 2 dan 5 KUHAP, pasal 4 dan 15 Perkap No. 14 Tahun 2012. Budi menjelaskan ada keterlambatan penyampaian SPDP dari penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ombudsman mengindikasikan ada diskriminasi dalam penanganan perkara BW. Budi menyebut sejak tahun 2003 ada 9 perkara serupa dengan kasus BW tapi sampai sekarang belum ada penyelesaiannya oleh Bareskrim Polri. Sedangkan, perkara BW sangat cepat ditangani, dalam waktu lima hari sejak laporan polisi yakni 19 Januari 2015 sampai penangkapan 23 Januari 2015.

"Hal ini memperlihatkan terjadinya pembedaan perlakuan (diskriminasi) dalam penanganan perkara, sebagaimana diatur pasal 16 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri," kata Budi dalam jumpa pers di kantor Ombudsman.

Budi juga menyebut penyidik Polri tidak memberikan berita acara pemeriksaan pada saat pemeriksaan kedua pada 3 Februari 2015. Sehingga melanggar pasal 72 KUHAP. Kemudian, Ombudsman menemukan pelanggaran yang dilakukan Kombes Pol Viktor E Simanjuntak karena melakukan penangkapan tanpa dilengkapi surat perintah penangkapan. Hal itu melanggar pasal 17 ayat (1) Perkap No. 8 Tahun 2009 dan pasal 8 Perkap No. 14 Tahun 2012.

Empat rekomendasi
Sesuai kewenangannya Ombudsman menerbitkan empat rekomendasi kepada Kapolri. Pertama, memerintahkan Kabareskrim dan jajarannya untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Seperti KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kedua, memberikan pembinaan, pelatihan dan pengawasan kepada penyidik ataupun atasannya untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi. Sebab masih terjadi maladministrasi dalam proses penangkapan terhadap pelapor (BW) sebagaimana diatur dalam pasal 100 Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Ketiga, melakukan pemeriksaan dan memberikan sanksi atas maladministrasi yang diduga dilakukan Kombes Pol Daniel Bolly Tifaona selaku Kasubdit VI Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, dan penyidik yang menangani penangkapan dan pemeriksaan BW.

Keempat, memeriksa dan melayangkan sanksi terhadap Kombes Pol Viktor E Simanjuntak yang ikut melakukan penangkapan di luar surat perintah penyidikan dan penangkapan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang ada.

Walau menyimpulkan ada maladministrasi dalam proses penangkapan terhadap BW tapi Budi mengatakan temuan Ombudsman itu tidak otomatis membatalkan atau membuat proses penangkapan itu tidak sah. Menurutnya, itu ranah praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 77 KUHAP. “Rekomendasi Ombudsman itu bisa digunakan sebagai salah satu bahan argumentasi dalam gugatan praperadilan,” paparnya.

Kuasa hukum BW, Alvon Kurnia Palma, mengapresiasi kesimpulan ORI. Menurutnya temuan Ombudsman itu menunjukkan telah terjadi maladministrasi dari proses pemanggilan dan penangkapan BW. “Hasil Ombudsman itu menandakan tindakan kepolisian dalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan (dalam kasus BW,-red) tidak prosedural,” urainya.

Untuk menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman itu Alvon mengatakan saat ini tim kuasa hukum BW sedang melakukan pembahasan. Apakah nanti akan berlanjut dengan mengajukan gugatan praperadilan atau tidak.
Tags:

Berita Terkait