Permenaker Tentang PRT Dinilai Tak Memiliki Payung Hukum
Berita

Permenaker Tentang PRT Dinilai Tak Memiliki Payung Hukum

Karena hanya berpijak pada klausul ‘dibentuk berdasarkan kewenangan menteri’. Padahal, kewenangan tersebut terbatas pada urusan pemerintahan tertentu sebagai pengejawantahan dari kekuasaan presiden.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati. Foto: http://okkyasokawati.com
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati. Foto: http://okkyasokawati.com
Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri telah menebitkan Permenaker No.2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Namun, aturan itu dinilai tidak memiliki payung hukum yang jelas sebagaimana amanat Pasal 8 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal disampaikan Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati di Gedung DPR, Selasa (20/1).

“Penerbitan Permenaker No.2 Tahun 2015 tampak sekilas memiliki semangat keberpihakan kepada Pekerja Rumah Tangga (PRT). Namun bila ditelusuri, Permenaker tersebut tidak memiliki payung hukum yang jelas,” ujarnya.

Menurutnya, Permenaker tersebut berpijak pada klausul ‘dibentuk berdasarkan kewenangan menteri’. Namun ia berpandangan Manaker Muhammad Hanif Dhakiri menerjemahkan klausul ‘kewenangan menteri’ dengan membentuk peraturan yang mengatur dan mengikat berbagai individu warga negara (PRT, pengguna jasa PRT dan lainnya). Padahal, kewenangan tersebut terbatas pada urusan pemerintahan tertentu sebagai pengejawantahan dari kekuasaan presiden.

Okky memahami semangat Manaker yang ingin memberikan perlindungan terhadap PRT. Hanya saja, kata Okky, Menaker seolah kurang teliti dan jeli dalam mengejawantahkan semangat memberikan perlindungan terhadap PRT. “Jadinya, kesan hanya menambang citra sulit ditampik. Semangat yang baik harus didasari juga dengan pengetahuan yang juga baik. Akibatnya Permenaker ini besar kemungkinan akan sia-sia,” katanya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menilai, Kemenaker sebaiknya berkoordinasi dengan DPR untuk membahas RUU PRT yang sempat menjadi inisiatif DPR periode 2009-2014 lalu, Pembahasan RUU PRT, menurutnya perlu dibahas segera dan memuat asa berkeadilan bagi untuk PRT, pemberi kerja, agen penyalur serta Badan Latihan Kerja (BLK) yang juga perlu direvitalisasi.

Dikatakan Okky, menelisik substansi yang disampaikan Menaker tentang Permen 2/2015 pun dapat diperdebatkan. Misalnya, soal negara hadir dalam melindungi melindungi pekerja sebagai refleksi atas beberapa peristiwa di lapangan. Namun, kata Okky, praktiknya tak sedikit oknum PRT membuat persoalan di lapangan.

“Seperti PRT yang mencuri barang di rumah tangga hingga aksi pidana membawa kabur anak-anak sebagai modus pemerasan. Yang ingin saya katakan, Permen ini hanya memotret hak dan perlindungan pekerja saja, lupa untuk memotret sisi lainnya yakni pemberi kerja PRT,” kata mantan pragawati papan atas itu.

Menaker Muhammad Hanif Dhakiri sebelumnya melakukan peninjauan ke salah satu lembaga penyalur PRT Bu Gito di bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Menaker menegaskan telah menandatangani Permen Nomor 02 Tahun 2015 tentang PPRT.

“Saya ingin sampaikan kepada publik bahwa saya telah menandatangani Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 mengenai perlindungan PRT pada Jumat (16/1). Ini merupakan bentuk konkrit kehadiran negara untuk melindungi para pekerjanya secara keseluruhan termasuk sektor pekerja rumah tangga yang ada di dalam negeri,” ujarnya Minggu (18/1), sebagaimana dilansir www.depnakertrans.go.id.

Filosofi diterbitkannya Permen tersebut lantaran banyaknya kasus PRT yang terjadi di banyak daerah. Seperti Medan, Bogor, Bekasi, Tangerang dan tempat lainnya. Dengan diterbitkannya Permen tersebut, pemerintah ingin memastikan perlindungan yang minimal terhadap PRT. Mulai hak normatif PRT hingga eksistensi dari lembaga maupun yayasan penyalur PRT.

Dijelaskan Hanif, terdapat beberapa pinsip pokok dalam Permen 2/2015 tersebut. Pertama,  negara hadir melindungi pekerja di seluruh wilayah tumpah darah Indonesia sampai yang ada di rumah tangga sekalipun. Kedua, Permenaker ini tetap menghormati tradisi, konvensi dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.  Selain itu, mengatur lembaga Penyalur tidak boleh memungut apapun dari calon PRT. Termasuk pemenuhan hak normatif PRT. Aturan tersebut juga mengatur standar  penampungan calon PRT

“PRT berhak atas upah yang sesuai dengan kesepakatan, cuti sesuai dengan kesepakatan, waktu ibadah, fasilitas layak, jaminan sosial dan perlakuan manusiawi dari penggunanya. Terkait masalah penampungan, kita dorong agar penyalur dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan,” imbuhnya. 

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan, peran Gubernur dalam perlindungan PRT cukup besar, mulai pemberian izin hingga memberikan sanksi terhadap penyalur PRT yang melakukan pelangggaran. Sanksi dapat berupa pencabutan izin operasional lembaga penyalur.

“Termasuk nanti jika ada perpanjangan ada di gubernur dan administrasinya bebas biaya,” katanya.

Menurutnya, peran Ketua RT pun cukup besar dalam pemberian perlindungan PRT. Misalnya melakukan pengawasan terhadap penjanjian kerja baik lisan maupun tertulis antara PRT dengan pengguna atau majikan. Menurutnya perjanjian kerja tersebut mesti diketahui Ketua RT.

“Peran Ketua RT/kepala lingkungan/nama lain untuk turut serta mengawasi karena perjanjian kerja baik lisan maupun tertulis antara PRT dan pengguna/majikan harus diketahui oleh ketua RT,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait