Pencegahan, Prioritas Robby dalam Pemberantasan Korupsi
Berita

Pencegahan, Prioritas Robby dalam Pemberantasan Korupsi

Revisi UU KPK perlu dilakukan dalam rangka penguatan fungsi pencegahan yang maksimal.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Robby Arya Brata saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR, Kamis (4/12). Foto: RES
Robby Arya Brata saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR, Kamis (4/12). Foto: RES
Komisi III DPR kembali menggelar seleksi uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (4/12). Segudang gagasan pembenahan dan perbaikan dalam pemberantasan korupsi diusung Capim KPK, Robby Arya Brata. Pencegahan menjadi prioritas misinya jika menjadi pimpinan lembaga antirasuah itu.

Dalam paparannya, Robby mengatakan pencegahan menjadi hal utama ketimbang penindakan. Dia menilai membenahi di hulu melalui pencegahan tak membutuhkan biaya yang besar, sedangkan penindakan bakal membutuhkan biaya besar. Bahkan, pengembalian keuangan negara yang dikorup belum tentu sesuai harapan.

“Jadi KPK ini bukan pada pemberantasan korupsi, tetapi mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien,” ujarnya.

Robby sesumbar jika terpilih menjadi pimpinan KPK, ia bakal menyusun draf RUU tentang Pencegahan Korupsi. Ia menilai meski pencegahan terdapat dalam UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, namun tak maksimal. Lebih jauh ia menilai fungsi KPK melakukan pencegahan masih lemah.

“KPK memang ada pencegahan, tapi tidak berjalan dengn baik. Faktanya, kepercayaan terhadap lembaga rendah dan Gubernur Riau 3 kali yang ditangkap,” ujarnya.

Anggota Komisi III Akbar Faisal mengajukan pertanyaan. Menurutnya, korupsi di lingkungan kementerian acapkali terjadi. Bahkan, seorang menteri selaku pengambil kebijakan tak jarang ikut terseret dalam kasus korupsi. Oleh sebab itu, perlu terobosan tindakan pencegahan karena Inspektorat Jenderal (Itjen) di kementerian seakan tak berkutik.

“Seperti apa pencegahan yang anda akan lakukan jika terpilih menjadi pimpinan KPK,” ujarnya.

Anggota Komisi III Arsul Sani menambahkan cecaran pertanyaan. Menurutnya, banyak masyarakat yang menilai bahwa aturan penyadapan mesti mendapatkan izin dari pengadilan negeri setempat, dan itu memperlemah tugas KPK dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, hal demikian telah diatur dalam RKUHAP beberapa waktu lalu.

“Bagaimana seharusnya penyadapan diatur, apakah harus mendapat penetapan pengadilan dulu atau ada konsep lain,” ujar politisi PPP itu.

Dalam tanggapannya, Robby mengatakan KPK dapat melakukan supervisi di kementerian, khususnya penguatan pencegahan di kementerian. Ia berpandangan sistem pencegahan di Itjen kementerian perlu dilakukan perubahan.

“Jadi setiap kebijakan pemerintah itu sebaiknya dikonsultasikan ke KPK untuk dikaji apakah ada tidaknya celah korupsi,” kata politisi Nasdem itu.

Terkait dengan penyadapan, Robby berpandangan keberadaan dewan pengawas independen menjadi penting. Ia berpandangan penyadapan yang dilakukan oleh KPK sejatinya dapat diawasi oleh dewan pengawas. Ia berpandangan, penguatan pengawas internal dan pembentukan dewan pengawas eksternal dalam rangka agar KPK tidak abuse of power.

Revisi UU KPK
Anggota Komisi III Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, usulan revisi UU KPK mendapat tentangan. Saat itu, DPR kerap dituding melakukan pelemahan dengan revisi UU KPK. Aboe berpandangan sejatinya UU KPK memang mesti dilakukan revisi mengingat banyaknya persoalan yang tidak terakomodir dalam UU KPK.

“Revisi UU ini harus dilakukan, apakah anda mendukung jika terpilih nanti,” ujarnya.

Politisi PKS itu berpandangan merevisi UU KPK memang menjadi keharusan dalam rangka penyempurnaan. Ia menilai banyaknya persoalan di KPK menjadi langkah utama dengan merevisi UU KPK. “Kita sudah lelah menghadapi KPK yang tidak berani merevisi UU. Padahal hidup berubah terus, dan mereka merasa sudah firm sama UU ini,” ujarnya.

Robby pun mengamini pandangan Aboe. Ia berpandangan revisi UU KPK mesti dilakukan. Ia berpandangan perlunya dewan pengawas eksternal yang independen mengawasi jalannya KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Hal itu dilakukan agar KPK tidak melakukan abuse of power. Maklum, KPK merupakan lembaga penegak hukum yang super body.

Pria berusia 49 tahun itu brpandangan dewan pengawas ekternal dan penguatan pencegahan diatur dalam revisi UU KPK. “Soal UU KPK saya sarankan untuk merevisinya, banyak masalah juga di UU Pemberantasan Tipikor. UU KPK di buat di masa transisi dan sudah tidak sesuai karena banyak masalah. UU KPK Hong Kong saja diubah lima kali,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait