Kalangan penggiat anti korupsi di Tanah Air khawatir Prasetyo tidak bisa menjalankan penegakan hukum karena latar belakangnya politisi. "Kami sejak jauh-jauh hari meminta kalangan politisi tidak masuk menjadi Jaksa Agung," kata Koordinator MaPPI FHUI, Choky Ramadhan.
Ia mempertanyakan janji Presiden Jokowi melalui visi dan misinya di KPU saat kampanye Pilpres bahwa akan memilih Jaksa Agung yang bersih, anti korupsi, dan komitmen pada penegakan hukum. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kata dia, bagaimana dengan rekam jejak HM Prasetyo selama ini.
Ia menduga pemilihan yang bersifat mendadak itu tidak terlepas adanya transaksional politik. Oleh karena itu, ia mempertanyakan janji Jokowi untuk menyusun kabinet profesional.
Indonesian Legal Roundtable (ILR) juga menyatakan kekecewaannya atas penunjukan Prasetyo menjadi jaksa agung. "Jelas sekali di sini ada hubungan transaksional, karena pengumuman dan pelantikannya tiba-tiba," kata peneliti ILR Erwin Natosmal Oemar.
Dikatakannya, ILR sudah lama menolak HM Prasetyo ditunjuk jadi jaksa agung karena melihat latar belakangnya sebagai politisi hingga dikhawatirkan akan terjadi politisasi hukum. Ia menambahkan, Prasetyo memang mantan Jampidum. Namun yang jadi pertanyaan, apa prestasinya selama ini. "Apa prestasinya selama menjabat sebagai Jampidum," kata Erwin.
Pusat Advokasi dan Pengawasan Penegakan Hukum (PAPPH) juga menyatakan kecewa. Direktur PAPPH, Windu Wijaya, mengatakan undang-undang jelas menyatakan bahwa Kejaksaan Agung yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan dari pihak manapun.
Dia mempertanyakan, bagaimana mungkin rakyat akan percaya bila HM Prasetyo selaku politisi di Partai Nasdem ini tidak akan dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) berpandangan sama. Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting mengatakan, penunjukan H.M Prasetyo sebagai Jaksa Agung telah mempertebal keraguan publik atas keseriusan Presiden dalam pembenahan Kejaksaan. Sebagai figur lama di internal Kejaksaan, jejak karier H.M Prasetyo tidak menunjukkan adanya terobosan berarti.
“Selain itu, keterkaitannya dengan partai politik merupakan kompromi yang berpotensi mempengaruhi independensi Kejaksaan sebagai penegak hukum,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi Kejaksaan kini belum terbebas dari tantangan reformasi kelembagaan dalam menjawab persepsi negatif publik. Konsekuensinya, Jaksa Agung baru seharusnya merupakan figur yang tidak diragukan independensinya, memiliki visi pembaruan yang jelas, dan siap melakukan terobosan. Tanpa komitmen tersebut, pembenahan dan pembaruan Kejaksaan kian jauh dari harapan.
Sekilas Tentang HM Prasetyo
HM Prasetyo dilahirkan di Tuban, Jawa Timur, pada 9 Mei 1947 ditunjuk sebagai jaksa agung berdasarkan Keputusan Presiden No. 131/2014 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Kamis pagi (20/11). Sebelumnya, untuk mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan Basrief Arief, Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto ditetapkan sebagai Pelaksana Tugas Jaksa Agung.
Berikut perjalanan karier HM Prasetyo; Kepala Bagian Keuangan dan Materil di Bengkulu Kejaksaan Agung RI (1973-1973), Kepala Bagian Personalia di Bengkulu Kejaksaan Agung RI (1973-1973), Kasi Barang Bukti dan Hasil Pendapatan Dinas Kejaksaan di Jayapura Kejaksaan Agung RI (1975-1976), Bendaharawan Khusus/Penerimaan di Jayapura Kejaksaan Agung RI (1976-1978), Kepala Seksi Penuntutan di Irian Jaya Kejaksaan Agung RI (1978-1979), Pjs. Kasubbag Pembinaan di Jayapura Kejaksaan Agung RI (1978-1978), Pjs. Kajari Wamena Kejaksaan Agung RI (1979-1980).
Kepala Seksi Operasi di Jayapura Kejaksaan Agung RI (1980), Kasubbag Pembinaan di Bekasi Kejaksaan Agung RI (1981-1984), Kepala Seksi Tindak Pidana Umum di Jember Kejaksaan Agung RI (1984-1987), Kepala Seksi Intelijen di Jakarta Timur Kejaksaan Agung RI (1987-1988), Kepala Seksi Tindak Pidana Umum di Jakarta Timur Kejaksaan Agung RI (1988-1990), Asisten Intelijen di Sumatera Bara Kejaksaan Agung RI (1990-1994), Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bumi Kejaksaan Agung RI (1990-1992), Kepala Kejaksaan Negeri Kediri Kejaksaan Agung RI (1994-1995), Kasub Direktorat Pengamanan Sumber Daya Manusia Kejaksaan Agung RI (1995-1998).
Direktur Politik pada JAM Intelijen Kejaksaan Agung RI (1998-1999), Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Kejaksaan Agung RI (1998-1998), Asisten Intelijen Sumatera Selatan Kejaksaan Agung RI (1998-1998), Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Kejaksaan Agung RI (1999-2000), Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum Pengawasan Kejaksaan Agung RI (2000-2003), Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI (2003-2005), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI (2005-2006), Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung RI (2005-2006).
Kegiatan lain yang pernah diikuti HM Prasetyo adalah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) (1973-2008), Anggota Dewan Pertimbangan DPP Ormas Nasional Demokrat (2011), Anggota Mahkamah Partai Nasional Demokrat (2013). Di DPR, HM Prasetyo tercatat sebagai Anggota Dewan dari Fraksi Partai NasDem untuk periode 2014–2019.
Harus Dipantau
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan jika Presiden Joko Widodo melantik M Prestyo sebagai Jaksa Agung tidak ada undang-undang yang dilanggar. "Bahwa Prasetyo saat ini adalah anggota DPR RI, dia dapat mengajukan surat pengunduran diri sebagai anggota DPR RI sebelum dilantik," kata Yusril.
Menurut Yusril, setelah Prasetyo mengundurkan diri dari anggota DPR RI, maka tidak ada rangkap jabatan. Seorang pensiunan jaksa dan anggota partai politik, kata dia, bisa saja dilantik jadi Jaksa Agung dan hal itu tidak melanggar undang-undang.
Mantan Menteri Hukum dan Perundangan pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid ini menegaskan, apakah kinerja Prasetyo sebagai jaksa agung akan bagus atau tidak, belum bisa diniliai saat ini. "Kita lihat saja seperti apa kinerjanya nanti. Kalau bagus kita dukung, kalau tidak bagus ya kita kritik. Itu saja tanggapan saya," katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman mengatakan, meski ini adalah hak prerogratif presiden, namun pengangkatan Jaksa Agung dari jalur partai politik sangat rentan intervensi kekuasaan dalam menjalankan tugas dan fungsi utamanya.
Dia menambahkan, meskipun dari jalur partai politik, Jaksa Agung harus tetap independen dalam menjalankan tugasnya dengan menjauhi praktik yang menjadikan hukum sebagai alat politik kekuasaan untuk menyingkirkan lawan-lawan politik.
Menurut Benny, tugas utama Jaksa Agung adalah melanjutkan agenda pembersihan birokrasi kejaksaan dari praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang telah membuat kredibilitas kejaksaan selama ini berada di titik terendah.
Anggota Komisi III dari PDIP Dwi Ria Latifa, mengatakan, seharusnya semua pihak menghargai apa yang sudah di putus oleh presiden. Ke depan, tugas kita untuk mengawasi jalannya proses penegakan hukum, yang intinya sudah digariskan pemerintahan Jokowi. “Bahwa nanti perjalanannya seperti apa, kita beri dulu kepercayaan dalam tahap awal ini beliau bekerja,” katanya.