Suap Pejabat, Pengusaha Dituntut 4,5 Tahun
Utama

Suap Pejabat, Pengusaha Dituntut 4,5 Tahun

Dinilai berbelit di persidangan.

CR-18
Bacaan 2 Menit
Artha Meris saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11). Foto: RES
Artha Meris saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11). Foto: RES
Sikap Artha Meris Simbolon yang berbelit-belit di persidangan dijadikan penuntut umum KPK sebagai unsur yang memberatkan tuntutan. Penuntut umum menuntut Presiden Direktur PT Kaltim Parna Indonesia 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sidang pembacaan tuntutan itu berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (06/11). Dalam rekuisitornya, penuntut umum Irene Putri dan kawan-kawan meminta majelis hakim menyatakan terdakwa Artha Meris Simbolon telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Artha duduk di kursi terdakwa karena tersangkut kasus korupsi berupa dugaan memberikan uang kepada Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Uang pemberian itu diduga untuk mendapatkan surat rekomendasi atau persetujuan penurunan harga gas yang harus dibayarkan Parna Indonesia. Jika harga gas tidak diturunkan, perusahaannya akan mengalami gulung tikar.

Diuraikan jaksa, di uka persidangan, Artha mengaku tidak tahu Rudi Rubiandini adalah Kepala SKK Migas. Artha membantah mengetahui penurunan harga gas harus melalui SKK Migas. Artha hanya mengetahui yang menetapkan penurunan harga adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun dalam uraian pembuktian rumusan pasal, jaksa penuntut umum menyebutkan, “keterangan tersebut harus diabaikan.” Berdasarkan keterangan saksi Narianto Wagimin, setelah rapat di Kementerian ESDM untuk membahas permohonan penurunan harga gas PT Kaltim Parna Indonesia, saksi memberitahu kepada Artha bahwa diperlukan rekomendasi dari kepala SKK Migas untuk penetapan harga gas. “Karena itu lah terdakwa kemudian bertemu dengan Rudi Rubiandini,” tutur jaksa saat menyampaikan tuntutannya.

Artha juga sempat membantah suara dalam percakapan dengan saksi Deviardi yang tersadap KPK sebagai suaranya. Padahal saksi Deviardi mengkonfirmasi kebenaran percakapan itu. Itu juga diperkuat keterangan ahli digital forensik Muhammad Nuh, yang mengatakan suara dimaksud identik dengan suara Artha.

Penuntut umum menilai pemberian terdakwa sebesar 522,500 dolar Amerika Serikat kepada Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini melalui perantara saksi Deviardi bukanlah pemberian cuma-cuma melainkan untuk berbuat yang bertentangan dengan kewajibannya.

Jaksa tidak menemukan adanya alasan yang membenarkan perbuatan terdakwa (alasan pembenar), baik karena undang-undang ataupun hal-hal di luar undang-undang. Dengan demikian tidak terdapat alasan yang menghapus perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh terdakwa. Karena itu, penuntut umum ‘berkesimpulan bahwa syarat-syarat obyektif pemidanaan seperti dimaksud dalam unsur-unsur pasal dakwaan pertama telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum’.
Tags:

Berita Terkait