UU Industri Pertahanan Dorong Perusahaan Lokal Memproduksi Alutsista
Berita

UU Industri Pertahanan Dorong Perusahaan Lokal Memproduksi Alutsista

Pemerintahan Jokowi-JK memberi perhatian yang besar pada industri pertahanan di Indonesia.

KAR
Bacaan 2 Menit
UU Industri Pertahanan Dorong Perusahaan Lokal Memproduksi Alutsista
Hukumonline
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengakuoptimis bahwa Indonesia bisa memproduksi alat utama sistem senjata (alutsista) sendiri. Apalagi, UU No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mengatur bahwa pembelian alutsista harus berperan meningkatkan peran industri dalam negeri.

Ryamizard mengatakan, pembelian kapal selam, pesawat maupun tank oleh pemerintah sebagai langkah alih teknologi. Namun, nantinya akan ada kapal selam, pesawat dan tank buatan dalam negeri yang digunakan oleh TNI.

"Kita ke depan bisa membuat sendiri, baik itu pesawat kapal laut ataupun tank," katanya di Energy Tower SCBD, Jakarta, Selasa (4/11).

Ia menjelaskan, kemandirian untuk memproduksi alutsista sendiri akan menghemat anggaran negara. Sebab, selama ini pengadaan alutsista memerlukan teknologi mahal. Hal ini tak lain karena memang secara umum teknologi militer mahal.

"Pengadaan alutsista TNI membutuhkan anggaran besar. Karena teknologi militer mahal," tambahnya.

Terkait dengan hal itu, dia menilai industri dalam negeri perlu untuk masuk ke dalam sektor ini. Ia menegaskan, pemerintah akan mendorong perusahaan dalam negeri untuk membuat alutsista sendiri. Targetnya, pada tahun 2024 nanti TNI akan menggunakan alutsista produksi dalam negeri.

"Mudah mudahan 5-10 tahun lagi bisa buat pesawat jet sendiri. Kalau 1 atau 2 tahun lagi bikin kapal selam,
kira-kira 5 atau 10 tahun bisa buat pesawat jet sendiri," sambungnya.

RPJMN 2015-2019 memutuskan penggantian pesawat tempur F-5 sebanyak 12 unit. Untuk mencari calon penggantinya, Kementrian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara hingga kini terus melakukan kajian. Sejumlah pilihan yang sudah dilirik memang merupakan produksi luar negeri semua, sebut saja Sukhoi Su-35 dari Rusia, Dassault Rafale dari Perancis, JAS Grippen dari Swedia serta pesawat tempur asal Amerika.

Ryamizard mengakui, pemerintah memang masih harus membeli alutsista dari luar negeri. Hanya saja, ia meyakinkan bahwa semua itu sekaligus bagian dari upaya transfer teknologi. Sebab, pemerintahan Jokowi-JK memberi perhatian yang besar pada industri pertahanan di Indonesia.

“Kita beli untuk transfer teknologi juga. Beberapa keberhasilan industri panser Anoa yang jadi alutsista utama TNI di Libanon itu produk PT Pindad. Sementara itu, PT PAL meluncurkan kapal cepat rudal untuk memperkuat ‎pertahanan kita," ucapnya.

Di sisi lain, mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Syamsuddin menilai, selama ini anggaran untuk pertahanan sangat kecil. Sepanjang tahun 2015 hingga 2019, uang negara yang dialokasikan untuk pertahanan hanya Rp 95 triliun. Padahal, menurutnya, angka anggaran ideal agar idealisme prajurit tetap bisa dijaga adalah sekitar Rp 250 triliun.

Hanya saja, Syafrie mafhum bahwa pemerintah memang harus bijak mengalokasikan anggaran. Ia paham, karena pemerintah berada di tengah kebutuhan realistis dan keinginan politik untuk mendukung alutsista. Tetapi ia mengingatkan, tentara idealismenya tidak boleh dikurangi karena anggarannya paling tinggi.

“Betapa besar perbedaan anggaran yang disediakan dengan yang sesungguhnya dibutuhkan. Ini yang harus dijembatani dengan kebijakan strategi agar memelihara idealisme tidak turun," ujar Sjafrie.
Tags:

Berita Terkait