DAI Persilakan LPS Pegang Penjaminan Polis
Berita

DAI Persilakan LPS Pegang Penjaminan Polis

Diingatkan, penanganan program penjaminan polis bukanlah hal mudah.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: dai.or.id
Foto: dai.or.id
Dewan Asuransi Indonesia (DAI) mempersilakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menangani program penjaminan polis. Namun, Ketua Umum DAI Hendrisman Rahim mengingatkan bahwa penanganan program penjaminan polis tidak mudah, terlebih lagi dalam hal sistemnya.

"Bagi kami tidak ada masalah diberikan ke mana saja," kata Hendrisman di Jakarta, Senin (13/10).

Hendrisman mengatakan, pembentukan lembaga baru untuk menangani program ini memang tidak mudah. Banyak persiapan yang harus dilakukan. Mulai dari sistem hingga sumber daya manusianya.

"Kami juga menyadari, membuat lembaga seperti itu memang tidak mudah. Memang memerlukan persiapan, pemikiran yang panjang," katanya.

Menurutnya, program penjaminan polis yang merupakan amanat dari UU tentang Usaha Perasuransian yang baru disahkan DPR beberapa waktu lalu, berdampak positif bagi industri asuransi. Dengan adanya program tersebut bisa membuat masyarakat lebih percaya terhadap bisnis di industri asuransi.

"Kalau lembaga penjaminan polis itu bisa diadakan di Indonesia itu sangat membuat masyarakat lebih percaya ke industri asuransi. Jadi, keberadaan lembaga itu sangat diharapkan oleh industri," tuturnya.

Hingga kini, kata Hendrisman, belum ada pembicaraan lebih lanjut lagi mengenai pembentukan lembaga penjaminan polis. Ia mengaku baru satu kali berdiskusi mengenai program ini saat UU Perasuransian masih dibahas antara DPR dan pemerintah.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank, LPS, Salusra Satria menyambut baik usulan agar penjaminan polis ditangani oleh LPS. Menurutnya, jika pemerintah dan dewan sepakat bahwa program penjaminan polis dilakukan oleh LPS, pihaknya siap menjalankan tugas tersebut.

Menurut Salusra, penambahan tugas berbentuk penjaminan polis bagi LPS itu bukanlah hal yang sulit. Meski begitu, LPS akan membutuhkan tambahan unitt berupa sumber daya manusia yang khusus menangani tugas baru itu. "Kalau ada tambahan tugas tentu ada tambahan kerjaan unit dan sebagainya, itu akan kita lakukan," katanya.

Pembatasan Asing
Sementara itu, Direktur Pengaturan Penelitian Pengembangan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yusman, mengatakan, pembatasan asing dalam UU Perasuransi harus memuat unsur pengembangan bisnis industri asuransi ke wilayah lain di Indonesia. Misalnya, untuk memperkenalkan asuransi ke wilayah yang masyarakatnya belum memahami bisnis tersebut.

"Pendekatan yang ingin coba dilakukan OJK adalah kita ingin mendorong kontribusi mereka, kontribusi pemegang saham asing itu bagi kepentingan domestik," kata Yusman.

Misalnya, lanjut Yusman, porsi asing dibatasi 50 persen untuk bisnis asuransi di kota-kota besar. Namun, jika industri asuransi ingin mengembangkan sayapnya ke wilayah Timur Indonesia, bisa memperoleh tambahan porsi untuk investor asing.

"Dengan begitu, mereka akan terdorong untuk mengembangkan, karena untuk memulai bisnis asuransi di luar Jawa, itu pasti lebih mahal. Harus mendidik agen dulu, harus beri pemahaman kepada masyarakat, membuka lahan baru pasti lebih mahal," tutup Yusman.
Tags:

Berita Terkait