Laskar Dewa Ruci Pun Ikut Gugat UU Pilkada
Berita

Laskar Dewa Ruci Pun Ikut Gugat UU Pilkada

MK diminta menyatakan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung.Laskar Dewa Ruci Pun Ikut Gugat UU Pilkada

ASH
Bacaan 2 Menit
Laskar Dewa Ruci Pun Ikut Gugat UU Pilkada
Hukumonline
Satu lagi, pemohon pengujian UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau yang lazim dikenal UU Pilkada bertambah. Kini, sejumlah elemen masyarakat yang  tergabung dalam Laskar Dewa Ruci secara resmi telah mendaftarkan permohonan pengujian Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada ke MK terkait hak memilih dan dipilih kepala daerah.     

Mereka menilai ketentuan itu telah melanggar persamaan hak di mata hukum dan pemerintahan seperti dijamin Pasal 27, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Sebab, hak ekslusif pemilihan kepala daerah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), sehingga ada pembedaan pemberlakuan hukum antara rakyat dan anggota DPRD.    

“Pasal ini telah mengebiri hak berpolitik rakyat karena memberi hak eksklusif kepada DPRD dalam menentukan kepala daerah,” ujar kuasa hukum pemohon, Ridwan Darmawan usai mendaftarkan permohonan uji materi di  Gedung MK Jakarta, Rabu (8/10).

Pasal 3 Pasal ayat (1) UU Pilkada berbunyi, “Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Pasal 3 ayat (2) berbunyi,“Bupati dan walikota dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil.”

Ridwan mengatakan permohonan ini secara resmi diajukan oleh 12 orang degan berbagai latar berlakang yang merupakan anggota Laskar Dewaruci, dua orang diantaranya merupakan bakal calon kepala daerah dari jalur independen. Pihaknya juga memohon uji formal karena proses pembentukan UU Pilkada melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dan dapat dilaksanakan seperti diatur Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.    

Diakuinya, UU Pilkada memungkinkan calon perseorangan mengikuti pilkada, tetapi sangat mustahil calon perseorangan ini akan mendapatkan suara yang pemilihnya adalah partai politik. “Mereka tidak lagi bisa melakukan pemilihan kepala daerah, sehingga sulit memperjuangkan hak dan aspirasinya,” kata dia.

Dia mengatakan UU Pilkada dapat dinyatakan tidak berlaku setelah terbitnya Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang ditandatangani oleh Presiden SBY. Tetapi, pihaknya tetap akan mengajukan permohonan lantaran karena sanksi Perppu tersebut dapat disetujui DPR.  

“Kami melihat Perppu hanya omong kosong, apalagi dikaitkan dengan konteks konfigurasi politik di parlemen. Partai Demokrat sudah nyata-nyata bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP), sehingga konfigurasi di DPR tidak memungkinkan meloloskan Perppu menjadi UU, meski SBY ‘melobi’ KMP agar menyetujui Perppu itu,” katanya.

Karenanya, pihaknya meminta MK menyatakan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung. “MK sebagai benteng terakhir penjaga konstitusi dan kedaulatan rakyat, tetapi sepenuhnya kami serahkan kepada MK,” tutupnya.

Dengan masuknya permohona Laskar Dewa Ruci, MK telah menerima delapan permohonan pengujian UU Pilkada. Pertama, enam warga negara dan empat organisasi nonpemerintah telah mendaftarkan permohonannya. Permohonan kedua diajukan advokat senior OC Kaligis. Permohonan ketiga diajukan 13 warga negara.

Permohonan keempat diajukan 17 buruh harian dan lembaga survei yang diwakili kuasa hukum mereka, Andi M Asrun. Permohonan kelima diajukan elemen masyarakat Poso. Permohonan keenam diajukan mantan calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Boyamin Saiman juga telah mendaftarkan gugatan. Permohonan ketujuh diajukan KSPSI dan KSBSI.
Tags:

Berita Terkait