MK Gelar Sidang Perbaikan Uji Formil KUH Perdata
Aktual

MK Gelar Sidang Perbaikan Uji Formil KUH Perdata

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Gelar Sidang Perbaikan Uji Formil KUH Perdata
Hukumonline
Majelis Panel Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan pengujian formil KUHPerdata dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di ruang sidang MK, Selasa (9/9). Permohonan ini diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta bersama Denny Rudini dan Wahyu Nugroho.

Dalam persidangan yang dipimpin Wahiddudin Adams para pemohon menyampaikan hal-hal yang menjadi materi perbaikan permohonan sesuai saran/masukan majelis panel dalam persidangan sebelumnya.

Seperti dikutip siaran pers MK, dalam sidang perdana Rabu (27/8) lalu, para pemohon menilai sebagian besar isi KUHPerdata sudah usang yang menimbulkan kebingungan bagi para mahasiswa dan dosen saat mengajarkan hukum perdata. Sebab, KUHPerdata secara materil pembentukannya melalui keputusan Pemerintah Hindia Belanda, Staatsblad No. 23 Tahun 1847, yang merupakan produk peninggalan zaman Belanda.

KUHPerdata secara formil dinilai jauh dari nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi sumber dari segala sumber hukum. Pemohon sempat mengutip salah satu buku Maria Farida Indrati (hakim konstitusi) yang menyebut pemikiran kodifikasi hanya akan menyebabkan hukum selalu berjalan di belakang dan mungkin selalu ketinggalan zaman. Akibatnya, komunitas hukum, seperti mahasiwa, dosen, polisi, jaksa, hakim, advokat, notaris terbelenggu cara pikir sangat klasik atau zaman batu.

Salah satu pemohon, Denny Rudini yang beprofesi sebagai advokat ini mengungkapkan Burgelijk Wetboek (BW) di Belanda sendiri sudah diubah. Tetapi, di Indonesia justru belum satu pasal pun dalam BW direvisi. Selain itu, jika dikaitkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, KUHPerdata jauh dari kaidah-kaidah yang termuat dalam asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Salah satu yang dilanggar, tidak menggunakan bahasa yang menimbulkan multitafsir.

Maria Farida yang kebetulan menjadi anggota majelis panel menyarankan agar para pemohon memilah-milah pasal-pasal yang dimohonkan pengujian. Sebab, tidak semua isi BW ketinggalan zaman atau tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Dia memberi contoh UU Hinder Ordonantie (UU Gangguan) yang bila masih diterapkan akan memudahkan penyelenggaraan pemerintahan di tingkat RT/RW. Bahkan, penempatan bangunan pun diatur dengan baik dalam UU itu.
Tags: