"Sudah (final maksimal kepemilikan asing, red) 40 persen," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (1/9).
Namun, lanjut Harry, kepemilikan asing 40 persen ini harus memenuhi sejumlah syarat. Misalnya, terdapatnya rekam jejak, tata kelola yang baik, kecukupan modal dan kontribusi terhadap perekonomian nasional dengan persetujuan DPR. Syarat ini tercantum dalam Pasal 35 ayat (4) draf RUU Perbankan.
Harry mengatakan, draf RUU Perbankan tersebut tinggal dibawa ke Badan Legislasi (Baleg) untuk diharmonisasikan. Setelah itu, RUU dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) untuk diagendakan di rapat paripurna. Di paripurna, akan diambil persetujuan terhadap draf tersebut sebagai RUU inisiatif DPR.
"Sudah final di pleno, nanti dari pleno harus ke Baleg untuk diharmonisasi. Kemudian dibawa ke Bamus, nanti Bamus mengagendakan paripurna," tutur Harry.
Pada Pasal 35 ayat (1) draf RUU Perbankan disebutkan bahwa batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga negara asing dan atau badan hukum asing secara keseluruhan paling banyak 40 persen. Dalam penjelasannya, yang dimaksud keseluruhan adalah warga negara asing dan badan hukum asing termasuk pihak yang terkait dengan warga negara asing dan badan hukum asing yang bersangkutan.
Di ayat (2) dijelaskan, jika batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga negara asing dan atau badan hukum asing secara keseluruhan 40 persen tidak tercapai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan hal tersebut kepada Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) disertai dengan data, dokumen dan keterangan mengenai kondisi tersebut.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Aviliani mengatakan, penerapan batas kepemilikan asing pada bank umum harus hati-hati. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2015, kebutuhan tambahan modal bagi perbankan nasional mencapai Rp113 triliun, untuk menjaga loan to deposit ratio (LDR) sebesar 90 persen.
"Untuk mempertahankan rasio 90 persen di tahun 2015, total dana yang dibutuhkan untuk membiayai sektor perbankan saja lebih dari Rp113 triliun, sementara kapasitas pasar modal Indonesia hingga saat ini hanya mampu menyediakan dana sebesar Rp30 triliun," katanya beberapa waktu lalu.
Ia menilai, konsolidasi perbankan akan terjadi dengan sendirinya apalagi berkaitan dengan kebutuhan modal. Atas dasar itu, Aviliani mengatakan, sebaiknya yang dibatasi bukan porsi kepemilikan asing dalam sebuah bank umum, melainkan sejumlah hal yang bersifat substansial.
"Sebaiknya yang dibatasi bukan soal kepemilikan asing namun hal-hal yang lebih substansial," pungkasnya.