ICJR: Penahanan Florence Bertentangan dengan UU ITE
Berita

ICJR: Penahanan Florence Bertentangan dengan UU ITE

Bila penahanan tersebut tanpa penetapan pengadilan maka Florence harus segera dilepaskan dari tahanan dan ia memiliki hak untuk mengajukan praperadilan.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua Badan Pengurus ICJR Anggara. Foto: SGP
Ketua Badan Pengurus ICJR Anggara. Foto: SGP
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai penahanan Florence Sihombing, yang berkata kasar tentang warga Yogyakarta melalui akun media sosial, bertentangan dengan Undang-Undang Indormasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Apabila tanpa ijin atau penetapan pengadilan maka ada kesalahan mendasar atas penahanan Florence, baik secara alasan objektif atas penahanan maupun prosedural berdasarkan UU ITE," kata peneliti senior ICJR, Anggara di Jakarta, Senin (1/9).

ICJR menilai bahwa Penyidik yang melakukan penahanan kepada Florence harus berhati hati, karena ada prosedur khusus dalam UU ITE dimana penyidik harus terlebih dahulu meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE.

ICJR menduga bahwa hal tersebut tidak dijalankan oleh Penyidik Kepolisian Daerah Yogyakarta, dalam kasus Florence. "Secara objektif, jelas penahanan Florence bertentangan dengan Pasal Penahanan yang diatur dalam UU ITE," kata Anggara.

Untuk kasus Florence berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

"Ini berarti tanpa penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Jogjakarta, makapenahanan kepada florence tidak sah," jelas anggara.

Untuk itu ICJR menilai, jika penahanan tersebut tanpa penetapan pengadilan maka Florence harus segera dilepaskan dari tahanan dan Florence memiliki hak untuk mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, yaitu mengenai tidak sahnya penahanan yang dilakukan terhadap Florence.

Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri telah menangguhkan penahanan Florence setelah ada jaminan dari keluarga dan UGM Yogyakarta.

Setelah permohonan penangguhan penahanan di kabulkan, Florence langsung menyampaikan permohonan maaf kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan masyarakat Yogyakarta serta UGM.

"Saya memohon maaf kepada Sultan, kepada masyarakat Yogyakarta yang berbesar hati untuk memaafkan saya," kata Florence.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada UGM Yogyakarta yang telah membantu dalam penanangguhan penahanan. "Saya berharap masyarakat mau mengerti, memahami, dan berbesar hati memaafkan saya," katanya.

Sekretariat Komite Etik Fakultas Hukum UGM Yogyakarta Heribertus Jaka Triyana juga menyampaikan permohonan maaf ke masyarakat Yogyakarta atas kasus yang dialami mahasiswinya.

"Atas nama fakultas, atas nama instansi, kami mohon maaf kepada semua masyarakat Yogyakarta, mohon maaf kepada Sultan dan civitas akademis Gajah Mada," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya akan membantu Florence dalam menyelesiakan kasus ini. "Kita akan ikuti proses hukum yang sedang berjalan. Kami ucapkan terima kasih kepada Kapolda DIY yang memberikan izin penangguhan penahanan," katanya.

Meski ditangguhkan penahannya, namun proses hukum yang tengah berjalan masih berlangsung. Penyidik bakal meminta keterangan kepadanya jika diperlukan suatu saat.

Florence Sihombing, mahasiswa S2 Universitas Gadjah Mada mencela kota pelajar itu setelah aksinya menyerobot antrean saat mengisi BBM pada Rabu (27/8). Dalam akun jejaring sosial Path miliknya, Florence menulis kekesalan dengan kata-kata mencela yang membuat orang-orang Jogja marah.
Tags:

Berita Terkait