Warisan Pemikiran Prof. Harun Alrasid tentang Pemilihan Presiden
Utama

Warisan Pemikiran Prof. Harun Alrasid tentang Pemilihan Presiden

Pakar hukum tata negara, Harun Alrasid, wafat dalam usia 84 tahun. Dikenang sebagai pribadi yang jujur, sederhana, dan punya pendirian.

MYS/ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: http://www.ashtn.org
Foto: http://www.ashtn.org

Sebelum sidang perselisihan hasil pemilu presiden dibuka, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva memimpin mengheningkan cipta untuk mengenang Harun Alrasid. Di tempat lain, sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga dimulai dengan ucapan belasungkawa dari Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie, atas wafatnya guru sekaligus kolega Jimly di Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Harun Alrasid menghembuskan nafas terakhir pada Selasa, 12 Agustus 2014. Pria kelahiran Pendopo, Sumatera Selatan ini mewariskan ilmu kepada murid-muridnya. Baik mereka yang yang langsung berinteraksi hingga mereka yang hanya mengenal lewat karya-karya Prof. Harun seperti Hubungan Antara Presiden dan MPR (1968), dan Sekitar Proklamasi, Konstitusi, dan Dekrit Presiden (1968).

Selama ini, Prof Harun dikenal sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara yang konsisten mempertahankan pendirian, jujur, dan hidup sederhana. Bepergian dari rumahnya di Rawamangun ke kampus UI Salemba atau ke gedung Mahkamah Konstitusi, Harun biasanya  naik angkutan umum. Puluhan tahun mengabdi sebagai pendidik membuat anak didiknya tersebar di banyak kampus, kantor pemerintahan dan perusahaan swasta.

Advokat senior Adnan Buyung Nasution mengenang almarhum sebagai orang yang jujur dan sederhana. Seingat Buyung, Harun pernah dikasih mobil dinas saat menjabat Wakil Ketua KPU—mewakili Partai Ummat Islam (PUI). Harun mengembalikan mobil tersebut. “Dia lebih memilih naik bis setiap hari,” kata Buyung. “Rumahnya juga kecil, tidak punya apa-apa”.

Harun Alrasid berjasa meneruskan pemikiran-pemikiran gurunya, Prof. Mr. Djokosoetono. Itu berkat ketelatenan Harun mencatat dan mendokumentasikan bahan-bahan kuliah Djokosoetono, lengkap dengan tanggal kuliahnya. Jadilah kemudian catatan kuliah itu menjadi dua buah buku Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara. Pada saat menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar, Harun member apresiasi secara khusus kepada Prof. Dkokosoetono. “Khususnya kepada Pak Djoko, saya sangat berhutang budi karena beliau telah memberikan kehormatan kepada saya untuk menjadi asisten beliau dalam mata kuliah Hukum Tata Negara, sejak saya lulus ujian kandidat”.

Kajian kepresidenan
Prof. Harun termasuk pionir dalam melakukan kajian hukum mendalam terhadap institusi kepresidenan. Pada saat mencapai puncak pengabdiannya sebagai akademisi, yakni gelar profesor, 29 Juli 1995, Harun juga menyampaikan pidato mengenai Pemilihan Presiden dan Pergantian Presiden dalam Hukum Positif Indonesia.

Kajian lebih mendalam tentang lembaga kepresidenan tertuang dalam disertasi doktornya (1993) yang kemudian dibukukan “Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993”. Tentu saja pemikiran Harus Alrasid dalam disertasi dan pidato pengukuhan harus dibaca dalam konteks UUD 1945 sebelum amandemen.

Tags: