Harus Ada Pemahaman Sama Tentang Kampanye
Berita

Harus Ada Pemahaman Sama Tentang Kampanye

Agar proses penegakan hukum terhadap pelanggaran kampanye berjalan lancar.

ADY
Bacaan 2 Menit
Harus Ada Pemahaman Sama Tentang Kampanye
Hukumonline
Salah satu pelanggaran yang kerap terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu biasanya terkait kampanye. Namun, proses penegakan hukum terhadap pelanggaran kampanye masih minim karena ada perbedaan persepsi antara aparat penegak hukum, termasuk penyelenggara Pemilu dengan masyarakat tentang defenisi dan lingkup kampanye.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengusulkan pentingnya semua pemangku kepentingan punya pandangan sama tentang kampanye. Titi menilai perbedaan pandangan terhadap kampanye itu melemahkan penegakan hukum Pemilu, terutama saat bersinggungan dengan kampanye. Selama ini jika masyarakat melaporkan ada peserta Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kampanye, aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu kerap menilai laporan itu bukan kampanye. Ujungnya, proses penegakan hukum mandek.

Padahal, Titi melanjutkan, UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), mendefenisikan kampanye itu kegiatan pasangan calon yang menjabarkan visi, misi dan program disertai ajakan. Menurutnya aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu melihat ketentuan itu sifatnya akumulatif. Sehingga jika kegiatan yang dilakukan oleh kandidat tidak memenuhi seluruh unsur dalam ketentuan itu maka tidak bisa disebut kampanye.

Tapi Titi berpendapat kampanye adalah kegiatan yang dilakukan peserta Pemilu dan memenuhi salah satu unsur seperti visi, misi dan program serta ajakan. Perbedaan penafsiran itu membuat sejumlah laporan Perludem terkait pelanggaran kampanye tidak dapat diteruskan kepolisian. Kemudian, kepolisian juga menilai kegiatan kampanye yang dimaksud harus menjabarkan substansi yang sama dengan visi dan misi yang diajukan peserta Pemilu ke KPU. “Itu logika penegak hukum dan pengawas (penyelenggara) Pemilu kita,” katanya dalam jumpa pers di Media Center KPU RI Jakarta, Rabu (25/6).

Padahal, Titi mencatat dugaan pelanggaran aturan kampanye selama Pemilu kerap terjadi. Misalnya, iklan kampanye di media. Mengacu peraturan yang ada iklan kampanye berbentuk spot durasinya 30 detik dan satu hari dibatasi 10 kali tayang. Kemudian, iklan kampanye berdurasi 120 detik dibolehkan namun sehari hanya tayang sekali.

Ketika masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran iklan kampanye yang dilakukan peserta Pemilu, menurut Titi tidak otomatis aparat penegak hukum atau penyelenggara Pemilu punya pandangan yang sama.

Atas dasar itu Titi berharap ke depan pembuat kebijakan menyelaraskan segala peraturan yang bersinggungan dengan Pemilu. Misalnya, saat ini ketentuan iklan kampanye untuk Pemilu daerah (Pilkada), Legislatif (Pileg) dan Pilpres berbeda-beda. Harusnya, pemahaman itu harus sama pada setiap Pemilu. “Jadi kalau hanya ada visi saja tidak ada misi mereka sebut bukan iklan kampanye,” tandasnya.

Senada, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Idy Muzayyad, mengakui ada penafsiran yang berbeda-beda tentang iklan kampanye. Baginya hal tersebut tak lepas dari celah yang ada dalam regulasi. Sehingga terbuka peluang bagi peserta Pemilu untuk berdalih kegiatan yang dilakukan bukan kampanye.

Selama Pileg, KPI telah menjatuhkan 37 sanksi kepada lembaga penyiaran karena melakukan pelanggaran iklan kampanye. Namun, KPI tidak bisa menjatuhkan sanksi kepada peserta Pemilu sebab itu ranah penyelenggara Pemilu. Ironisnya, langkah KPI itu tidak dibarengi dengan penjatuhan sanksi oleh penyelenggara Pemilu kepada peserta Pemilu yang melakukan pelanggaran iklan kampanye. “Itu problemnya ada di penafsiran soal kampanye,” ujarnya.

Sebagaimana Titi, Idy melihat aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu menilai kegiatan kampanye itu merupakan akumulasi dari visi, misi dan program serta ajakan yang dilakukan peserta Pemilu. Sedangkan dalam menjatuhkan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran iklan kampanye, KPI tidak menggunakan mekanisme akumulasi unsur. Jika salah satu unsur itu terpenuhi dengan tidak mematuhi ketentuan yang ada maka KPI tidak segan menjatuhkan sanksi.

Selama Pilpres 2014, Idy menyebut KPI belum menemukan iklan kampanye yang materinya memuat kampanye negatif. Walau begitu ia melihat persoalannya ada di pemberitaan media TV, terutama TV One dan Metro TV. Pemberitaan kedua stasiun TV itu dinilai berpihak dan tidak berimbang. KPI telah melayangkan dua kali surat teguran kepada kedua stasiun TV.
Tags:

Berita Terkait