Debat Capres Kurang Menggali Persoalan Hukum
Utama

Debat Capres Kurang Menggali Persoalan Hukum

Tidak menjelaskan kerangka hukum apa yang akan digunakan capres-cawapres untuk mewujudkan visi dan misi.

ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline
Koalisi organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia menilai debat capres-cawapres putaran pertama yang digelar KPU pada Senin (09/6) di Jakarta tidak seperti harapan. Bahkan kegiatan itu dinilai tidak pantas disebut debat karena capres-cawapres hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan moderator.

Menurut Direktur Eksekutif HuMa, Andiko, debat itu luput menggali persoalan bidang hukum meskipun moderatornya seorang ahli hukum. Padahal, konstitusi sangat jelas menyebut Indonesia adalah negara hukum. Mestinya, Andiko melanjutkan, KPU menyediakan sesi khusus terkait negara hukum.

Andiko mencatat ada tiga komponen yang dapat diukur dari paparan pasangan calon: konten hukum, aparatur dan kelembagaan, serta budaya hukum. Menurut Andiko, debat pertama hanya fokus pada aparatur dan lembaga negara. Akibatnya, bidang hukum tidak tereksplorasi dengan baik. “Yang tidak tereksplorasi bagaimana mereka menempatkan hukum dalam visi dan misi. Jadi kurang jelas kerangka hukum yang akan mereka bawa seperti apa,” katanya dalam jumpa pers yang digelar Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia di Jakarta, Selasa (10/6).

Andiko berpendapat dalam debat itu harusnya mengeksplorasi dengan jelas kerangka hukum seperti apa yang mampu mewujudkan visi dan misi capres-cawapres. Andiko menilai capres-cawapres nomor urut pertama, Prabowo Subianto-Prabowo Hatta (Prabowo-Hatta), menekankan ingin merevisi UU Migas. Sedangkan nomor urut dua, Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), bertekad merevisi sejumlah regulasi.

Kedua calon juga hanya bicara soal hubungan pemerintah pusat dan daerah. Konsep trias politika tidak tergali dengan baik. Masing-masing calon tidak menjelaskan bagaimana independensi setiap lembaga negara. Calon juga luput menjelaskan sistem hukum seperti apa yang bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Direktur Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, mengatakan debat capres-cawapres putaran pertama masih fokus pada gaya berdebat. Sehingga esensi debat untuk menggali visi dan misi masing-masing calon tidak sesuai harapan. Debat yang digelar harusnya mampu melahirkan gagasan yang bernas bagi masyarakat untuk menentukan pilihan politknya pada hari pemungutan suara nanti.

Chalid juga mengkritik moderator acara debat yang tidak menyampaikan pertanyaan sesuai dengan masalah yang ada di masyarakat. Kemudian tidak menekankan langkah apa yang bisa dilakukan ke depan seperti di bidang demokrasi, transparansi dan penegakan hukum. “Pertanyaannya filosofis, harusnya diawali kondisi empirik,” ujarnya.

Koordinator Bidang Hukum dan Peradilan Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, menilai acara yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi swasta itu lebih pas disebut penyampaian gagasan daripada debat visi misi.

Emerson melihat tidak banyak membahas bagaimana jalan keluar dari problema korupsi di Indonesia. “Bagaimana program capres-cawapres untuk membawa Indonesia keluar dari zona korupsi. Itu tidak ada dalam debat semalam,” tukasnya.

Selaras hal tersebut Emerson menilai pasangan Prabowo-Hatta menjawab pertanyaan seputar isu hukum secara normatif, bahkan, terlalu sederhana. Prabowo-Hatta menjelaskan salah satu penyebab korupsi adalah minimnya gaji aparatur negara. Solusi yang ditawarkan adalah aparatur negara tidak boleh memanfaatkan dana APBN dan APBD untuk kepentingan pribadi. Menurut Emerson, jawaban semacam ini menyederhanakan persoalan karena masalah korupsi tidak melulu berkaitan dengan anggaran negara tapi juga gratifikasi dan suap.

Mengenai Jokowi-JK, Emerson menilai penjelasan yang diutarakan dalam debat capres-cawapres tidak rinci. Tapi, pasangan ini dinilai punya konsep membangun pemerintahan yang bersih, yakni tidak membagi-bagi jatah kursi kekuasaan. “Walau itu normatif tapi bisa memberi gambaran ada konsep jelas untuk mendorong pemerintahan yang bersih,” tandasnya.

Emerson menyayangkan kedua pasang calon tidak membahas isu mafia peradilan. Padahal, Presiden berperan penting memberantas peradilan karena Polri dan Kejaksaan merupakan bagian pemerintahan. “Penegakan hukum akan percuma kalo kejaksaan dan Polri tidak bersih,” urainya.

Koordinator KontraS, Haris Azhar, berpendapat KPU bertanggungjawab terhadap kualitas debat capres-cawapres. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan. Padahal, KontraS berkali-kali telah menyampaikan masukan kepada KPU agar materi debat sesuai harapan masyarakat. Sayangnya, masukan itu tidak mendapat tanggapan yang memuaskan.

Ujungnya, Haris menandaskan, dalam debat tersebut isu HAM tidak menjadi salah satu materi yang digali secara mendalam. Padahal, konstitusi menuntut semua lembaga negara aktif menyosialisasikan tentang HAM, tak terkecuali KPU. “Hasilnya pembahasan soal HAM buruk sekali dalam debat semalam,” tegasnya.

Mengenai isu HAM, Haris menilai pasangan Prabowo-Hatta terkesan menghindar dari persoalan HAM. Misalnya, konsep HAM hanya dipandang melindungi hak orang lain atau menekankan sektor keamanan. Menurutnya, konsep itu sudah usang karena saat ini HAM sifatnya harus partisipatif, memberikan upaya pemulihan dan progresif. Begitu pula dengan menjawab pertanyaan seputar kebhinnekaan. Prabowo-Hatta dinilai tidak menjabarkan solusi konkrit ke depan.

Ketua KPU Husni Kamil Manik, mengatakan KPU akan mengevaluasi pelaksanaan debat putaran pertama. Respon publik yang berkembang terhadap debat tersebut juga tak luput diperhatikan KPU dalam rangka evaluasi. “Kami tidak mau melakukan evaluasi sepihak terhadap penyelenggaraan yang kami lakukan sendiri,” katanya usai mengikuti debat capres-cawapres di gedung Balai Sarbini Jakarta, Senin (09/6).
Tags:

Berita Terkait