Muhammadiyah: Aturan Pendirian Tempat Ibadah Multitafsir
Aktual

Muhammadiyah: Aturan Pendirian Tempat Ibadah Multitafsir

ANT
Bacaan 2 Menit
Muhammadiyah: Aturan Pendirian Tempat Ibadah Multitafsir
Hukumonline
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'thi menilai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah multitafsir, sehingga berpotensi menimbulkan kekerasan agama.

"Yang diatur dalam peraturan itu hanya masalah kerukunan umat beragama dan tempat ibadah. Soal kegiatan ibadah tidak diatur sehingga peraturan itu menjadi multitafsir dan bisa menimbulkan kesalahpahaman," kata Abdul Mu'thi dihubungi di Jakarta, Jumat.

Mu'thi mengatakan selama ini masyarakat memahami tempat ibadah sebagai bangunan untuk beribadah seperti masjid untuk agama Islam, gereja untuk Kristiani dan Katolik, pura untuk Hindu dan Wihara untuk Buddha.

Namun, kata Mu'thi, setiap agama ternyata memiliki istilah yang berbeda satu sama lain terkait dengan pelaksanaan ibadahnya. Gereja misalnya, bagi umat Kristiani dan Katolik tidak hanya sebatas bangunan gerejanya saja.

"Bagi mereka, ibadah berkelompok yang dipimpin oleh seorang rohaniwan adalah gereja, sementara orang awam di luar agama itu hanya memahami gereja adalah bangunan tempat ibadah," tuturnya.

Karena adanya perbedaan pemahaman dan tafsir itu, kata Mu'thi, seringkali menjadi pemicu kekerasan agama. Namun apa pun alasannya, penyerangan terhadap tempat ibadah oleh siapa pun dan kepada siapa pun adalah perbuatan melanggar hukum.

"Karena Indonesia adalah negara hukum, siapa pun yang melanggar hukum harus ditindak," ujarnya.

Dua penyerangan yang diduga berlatar belakang agama terjadi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang hanya berselisih dua hari.

Penyerangan pertama terjadi terhadap rumah Direktur Penerbitan Galang Press Julius Felicianus. Saat itu, di rumah Julius, sedang diadakan ibadat doa rosario.

Polri sudah menangkap satu orang yang diduga menjadi pelaku penyerangan. Sedangkan delapan orang lain yang diduga juga menjadi pelaku belum ditangkap.

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman sempat mengimbau kepada masyarakat supaya rumah tidak digunakan sebagai tempat ibadah dengan alasan sulit diawasi.

Pernyataan itu sempat menuai protes sejumlah pihak, bahkan Kapolri dinilai tidak paham aturan karena sudah ada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.
Tags: