Faisal Basri Kritik Kredibilitas Jusuf Kalla
Sidang Kasus Century

Faisal Basri Kritik Kredibilitas Jusuf Kalla

JK dinggap bukan ahli ekonomi maupun perbankan, sehingga tidak layak memberi pendapat soal blanket guarantee.

NOV
Bacaan 2 Menit
Faisal Basri. Foto: RES
Faisal Basri. Foto: RES
Ekonom Faisal Basri mengkritik kredibilitas mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang melarang kebijakan blanket guarantee saat pemerintah menghadapi ancaman krisis ekonomi global tahun 2008. Ia beperdapat, JK tidak memiliki kredibilitas karena JK bukan ahli di bidang ekonomi maupun perbankan.

Kritikan itu disampaikan Faisal saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang perkara korupsi Budi Mulya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/5). Faisal mengatakan, untuk mengantisipasi dampak krisis global tahun 2008, hampir semua negara tetangga Indonesia menerapkan blanket guarantee bagi dunia perbankan.

Namun, JK yang beberapa lalu juga menjadi saksi di persidangan Budi, mengaku melarang penerapan blanket guarantee. JK tidak mau mengulang peristiwa krisis 1997-1998. Pasalnya, pemerintah harus mengeluarkan dana Rp600 triliun untuk menalangi semua dana nasabah, sehingga membuat perekonomian Indonesia runtuh.

Akibat pemerintah mengeluarkan kebijakan penjaminan penuh atau blanket guarantee tahun 1997-1998, banyak terjadi moral hazard. JK menganggap moral hazard tersebut menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan dana sangat besar yang ketika itu dikenal sebagai Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Menurut Faisal, kebijakan JK ini membuat para nasabah besar berbondong-bondong memindahkan uangnya ke negara-negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, yang menerapkan blanket guarantee. Penarikan dana besar-besaran itu mengakibatkan pengeringan likuiditas perbankan di Indonesia pada 2008.

“Pak JK kan bukan ahli perbankan, bukan ahli ekonomi. Kita tahu, Pak JK businessman dan politikus. Masak kita percaya sama orang yang tidak punya kredibilitas. Kita punya presiden, punya menteri, tapi semuanya tidak berani men-challenge. Kalau JK maunya gitu, menterinya juga ikut saja,” kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Faisal tidak menyalahkan para menteri yang sudah memberikan masukan mengenai blanket guarantee. Akan tetapi, menteri yang hanya bawahan JK tidak bisa apa-apa. Apalagi, JK pernah mengatakan jika terjadi apa-apa, ia akan bertanggung jawab. “Semua minta blanket guarantee. Tapi, satu-satunya yang menolak, Pak JK,” ujarnya.

Ia menjelaskan, keringnya likuiditas perbankan di Indonesia pada 2008 merupakan salah satu indikator krisis. Selain itu, indikator lainnya, seperti anjloknya pasar saham, penurunan nilai tukar rupiah, penurunan ekspor-impor, dan cadangan devisa juga menunjukan bahwa Indonesia terkena dampak krisis ekonomi global.

Sekira separuh pasar saham di Indonesia dikuasai asing. Sebanyak 31 persen surat utang negara (SUN) yang dikeluarkan Menteri Keuangan dipegang oleh asing. Jadi, apabila terjadi turbulensi di pasar uang internasional, pihak asing akan menarik dananya dari Indonesia. Otomatis Indonesia akan menerima dampak dari krisis global.

Faisal membantah pendapat ahli lainnya yang menyatakan Indonesia tidak mengalami krisis pada 2008. Ia berpendapat, indikator-indikator tersebut sudah jelas menunjukan terjadi krisis, meski tidak separah krisis 1997-1998. Ia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2008 turun dari 6 persen menjadi 4,6 persen di 2009.

Penjualan dan produksi otomotif turun dari 6,3 juta menjadi 5,9 juta di tahun 2009. Indeks tendensi bisnis melesu dan mengalami kemunduran. Ekspor impor mengalami penurunan, bahkan lebih tajam dari pada krisis 1997-1998. Kemudian, nilai tukar rupiah ambles secara tiba-tiba ke level terburuk, Rp12.400 pada 24-26 November 2008.

Penurunan itu, menurut Faisal, diperparah dengan penurunan cadangan devisa negara dari semula AS$60,6 miliar menjadi AS$50,2 miliar. Inflasi melonjak dari kisaran 6 persen menjadi 12 persen. Kenaikan inflasi menyebabkan Bank Indonesia (BI) harus menaikan suku bunga (BI rate) berkali-kali untuk meredam inflasi.

Walau begitu, Faisal menganggap sektor yang paling terancam adalah perbankan. Ia menganalogikan perbankan sebagai jantung perekonomian, sedangkan uang/likuiditas bank sebagai sebagai darah. Jika perbankan bermasalah, seluruh perekonomian berpotensi bermasalah. Uang-uang akan tersedot dan pemberian kredit menjadi macet.

Jadi, lanjut Faisal, meski seolah-olah perekonomian Indonesia terlihat sehat, banking pressure index pada 2008 memburuk. “Seperti orang sehat, tiba-tiba kena serangan jantung. Ada proses yang menyebabkan jantungnya terganggu, maka seluruh tubuh, sektor perekonomian menjadi terganggu,” tuturnya.

Dengan demikian, menjadi sesuatu yang wajar apabila pemerintah mengeluarkan tiga Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk mengantisipasi krisis. Menjadi sesuatu yang wajar pula BI maupun Komite Stabilitas Sistem Ekonomi (KSSK) mengeluarkan keputusan untuk menyelamatkan bank kecil, seperti Bank Century.

Faisal menegaskan, penutupan bank sekecil apapun saat situasi krisis bisa mengakibatkan dampak sistemik. Terlebih lagi, ketika media memberitakan terus-menerus rush di bank kecil tersebut. Namun, sebetulnya, dalam situasi krisis tidak relevan membicarakan skala suatu bank. Bank itu merupakan bagian dari sistem perbankan.

Apabila terjadi permasalahan di suatu bank, baik yang berskala kecil maupun besar tetap berpotensi mengakibatkan permasalahan di sektor perbankan. Faisal mengatakan, jika sektor perbankan selaku jantung perekonomian mengalami permasalahan, otomatis perekonomian negara juga berpotensi terganggu.

Terkait permasalahan struktural di Bank Century yang dianggap tidak memenuhi syarat untuk diselamatkan, Faisal menilai tidak masalah. Ia mengibaratkan seorang dokter yang mengobati pasien penyakit jantung. “Pasti dokter menangani dahulu serangan jantungnya. Ihwal besok, pasiennya dimarahi karena banyak merokok. Itu nanti.” terangnya.

“Jadi, tidak mungkin kan, ah nggak usah ditolong karena pasiennya merokok, membunuh dirinya sendiri. Nggak begitu kan? Yang penting pertama kali bagaimana dia diselamatkan, supaya jantungnya tetap berfungsi, sehingga bisa membantu proses penyedotan dan pemompaan darah berjalan normal,” imbuhnya.

Atas keterangan Faisal, Budi Mulya menyampaikan terima kasih. Ia mengatakan, semua keterangan Faisal cukup jelas, sehingga tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan. Budi dan pengacaranya, Luhut MP Pangaribuan meminta waktu lagi kepada majelis hakim untuk menghadirkan ahli keuangan negara dan hukum ekonomi.
Tags:

Berita Terkait