Sri Mulyani Kecewa Laporan BI Tentang Century Tak Akurat
Utama

Sri Mulyani Kecewa Laporan BI Tentang Century Tak Akurat

Bank Indonesia diminta bertanggung jawab secara profesional.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Mantan Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati saat bersaksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/5). Foto: RES
Mantan Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati saat bersaksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/5). Foto: RES
Mantan Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani kecewa dengan Bank Indonesia (BI). Pasalnya, saat rapat-rapat konsultasi KSSK, BI tidak melaporkan kondisi Bank Century secara akurat. Ia juga kecewa terhadap pengawasan BI yang tidak segera mendeteksi surat surat berharaga (SSB) macet dari Bank Century.

Kekecewaan ini diungkapkan Sri Mulyani saat menjadi saksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (2/5). Sri Mulyani mengatakan, sebelum rapat penentuan keputusan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, KSSK menggelar rapat konsultasi bersama BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Menurut Sri Mulyani, sebelum KSSK mengambil keputusan untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik pada 21 November 2008, BI seharusnya melaporkan Capital Adecuancy Ratio (CAR) terkini dari Bank Century. Nyatanya, BI malah melaporkan CAR per 31 Oktober 2008, yaitu negatif 3,53 persen.

Sri Mulyani baru mengetahui CAR Bank Century turun drastis selama November 2008 menjadi negatif 35 persen saat menggelar rapat bersama LPS pada 24 November 2008. Ia juga kaget ketika Direktur Utama Bank Century Maryono melaporkan kebutuhan modal yang lebih besar dibanding analisis BI.

Berdasarkan laporan analisis BI, Bank Century dikatakan hanya membutuhkan modal Rp632 miliar untuk mencapai CAR 8 persen. Namun, Maryono menyatakan, kebutuhan modal mencapai Rp2,6 triliun karena BI memacetkan beberapa Surat-Surat Berharga (SSB) Bank Century yang dianggap fiktif.

“Saya merasa kaget dengan angka yang berubah dan CAR yang menurun hanya dalam waktu singkat. Saya tanya ke BI apa yang menyebabkan angka berubah, waktu itu Fadjriah dan Heru. Mereka mengatakan, ditemukan beberapa accrual yang fiktif, sehingga ada beberapa surat berharga yang dimacetkan,” kata Sri Mulyani.

Mendengar pernyataan Deputi Gubernur BI Bidang VI Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah BI, Siti Chalimah Fadjriah, Sri Mulyani menyampaikan kekecewaannya. Ia mempertanyakan, mengapa BI baru menginformasikan hal itu setelah keputusan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dibuat.

Selain itu, Sri Mulyani mempertanyakan efektivitas pengawasan BI. Pasalnya, jika Bank Century sedari dulu sudah berada dalam pengawasan intensif dan khusus BI, mengapa BI tidak dapat mendeteksi accrual-accrual fiktif? Saking kecewanya, Sri Mulyani merasa bisa mati berdiri, bahkan sempat menanyakan kemungkinan review.

“Melihat fakta saat itu, saya kecewa terhadap kualitas data dari BI. Namun, sebagai Ketua KSSK, saya minta BI bertanggung jawab secara profesional terhadap angka-angka yang diberikan kepada KSSK. Saya sudah pernah berpesan, karena dipacu untuk membuat keputusan dalam waktu cepat, BI harus tetap taat asas,” ujarnya.

Walau kecewa dengan data BI, Sri Mulyani menyatakan, selaku Ketua KSSK, ia dihadapkan dengan tugas untuk menangani krisis. Sri Mulyani mengaku kondisi tahun 2008 mirip dengan kondisi krisis tahun 1997-1997. Dalam situasi krisis, penutupan bank-bank kecil bisa menular ke sistem perbankan lainnya, termasuk bank besar.

Sri Mulyani merasa kondisi tahun 2008 semakin mirip dengan tahun 1997-1998 ketika BI melaporkan  ada beberapa bank lain serupa dengan Bank Century. Memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan satu Bank Century saja mencapai Rp632 miliar, Sri Mulyani tidak mau menambah beban keuangan negara.

Untuk mencegah terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perbankan, Sri Mulyani berpendapat, lebih bermanfaat jika Bank Century diselamatkan. Keputusan itu diambil Sri Mulyani setelah mempertimbangkan seluruh manfaat dan mudarat sekecil-kecilnya dari penyelamatan Bank Century.

“Jadi, sebagai policy maker, saya tidak dihadapkan dengan perbandingan biaya menyelamatkan atau menutup Bank Century, melainkan dengan manfaat dan mudarat sekecil-kecilnya. Kalau Bank Century ditutup, biayanya lebih besar lagi karena ini menyangkut kepercayaan masyarakat yang akan runtuh,” tuturnya.

Apabila kepercayaan masyarakat runtuh, menurut Sri Mulyani, masyarakat akan mengambil uangnya secara membabi buta. Dampak dari krisis perbankan akan mengakibatkan bank-bank ditangani LPS. Padahal, keuangan LPS saat itu hanya Rp14 trilun, dimana terdapat dana negara Rp4 triliun dan dana perbankan Rp10 triliun.

Jika sampai LPS harus menjamin keseluruhan dana nasabah di bawah Rp2 miliar yang ada di semua bank, LPS harus menalangi Rp1000 trilun. Hal ini membuat Sri Mulyani sangat concern terhadap kondisi psikologis masyarakat. Ia bahkan menyepakati bila kondisi psikologis masyarakat dijadikan salah satu kriteria penilaian sistemik.

Sri Mulyani beralasan, dalam situasi krisis, seperti tahun 1997-1998, penutupan puluhan bank kecil bisa mengakibatkan rush di bank besar. Sebagai Menteri Keuangan sekaligus bendahara negara, ia menjaga agar tidak terjadi krisis seperti 1997-1998. Ketika itu, butuh biaya Rp3000 triliun untuk memperbaiki sistem keuangan.

Sekadar mengingatkan, penjelasan serupa sempat dikemukakan pengacara Budi Mulya, Luhut MP Pangaribuan beberapa waktu lalu. Luhut menyatakan, saat terjadi krisis tahun 1997-1998, 14 bank ditutup dan mengakibatkan kerugian Rp800 triliun yang hingga kini belum selesai. Selaku Ketua KSSK, Sri Mulyani merupakan pengambil kebijakan.

“Coba misalnya, apabila dia tidak mengambil kebijakan, kemudian terjadi krisis seperti tahun 1997-1998, siapa yang akan bertanggung jawab? Kan dia harus bertanggung jawab juga. Kalau berdiam diri saja, itu namanya omission delik. Dalam pidana, berdiam diri saja sama saja dengan berbuat kalau terjadi akibat,” terangnya.
Tags:

Berita Terkait