Ada Masalah dalam Aturan Pengesahan Kepala Daerah
Berita

Ada Masalah dalam Aturan Pengesahan Kepala Daerah

Pemohon diminta menjelaskan kerugian konstitusionalnya.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ada Masalah dalam Aturan Pengesahan Kepala Daerah
Hukumonline
Keterlibatan Gubernur menyampaikan surat rekomendasi DPRD atas hasil penetapan pasangan terpilih dalam pemilukada untuk memperoleh pengesahan Mendagri dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, surat rekomendasi DPRD yang dikirimkan melalui gubernur tidak mengatur batasan waktu yang jelas.

Atas dasar itu, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sumba Barat terpilih Markus Dairo Talu dan Ndara Tanggu Kaha mempersoalkan Pasal 109 ayat (4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, sejak Agustus 2013 hingga saat ini Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak juga melantik kedua pasangan bupati terpilih itu.

“Frasa ‘melalui Gubernur’ dalam Pasal 109 ayat (4) UU Pemda itu telah merugikan hak-hak konstitusional para pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum karena frasa tersebut tidak mengatur mengenai berapa lama tenggang waktu bagi gubernur untuk meneruskan surat usulan dari DPRD Kabupaten atau Kota,” ungkap kuasa hukum pemohon, Robinson dalam persidangan.

Pasal 109 ayat (4) menyebutkan “Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan”.

Robinson mengungkapkan DPRD Kabupaten Sumba Barat sudah meneruskan usulan pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya terpilih kepada Mendagri melalui Gubernur dengan Surat Nomor: 006/27/DPRD/SBD/IX/2013 tertanggal 5 September 2013 kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan surat usulan tersebut, seharusnya Gubernur meneruskan usulan pengesahan dan pengangkatan para Pemohon kepada Mendagri.

Namun faktanya, Gubernur NTT tidak pernah meneruskan usulan pengesahan dan pengangkatan pasangan bupati terpilih kepada Mendagri. Alasannya, tidak pernah menerima berkas usulan atas nama para pemohon dari DPRD Sumba Barat dan hanya menerima berkas usulan atas nama Pasangan Calon lain.

Dia menjelaskan awal melalui putusan MK No. 103/PHPU.D-XI/2013 tanggal 29 Agustus 2013 dengan amar menolak permohonan Pemohon incumbent. Setelah putusan  itu sempat diadakan penghitungan ulang pada 26 September 2013 dan dimenangkan oleh pasangan incumbent. Penghitungan ulang itu diadukan para pemohon kepada Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Lalu, pada 29 November 2013 DKPP mengabulkan pengaduan Pengadu untuk seluruhnya.

Meski sudah dikuatkan dengan putusan DKPP, pengusulan terhadap Mendagri tidak juga diteruskan. Karena itu, mereka meminta frasa ‘melalui Gubernur’ dalam Pasal 109 ayat (4) dinyatakan bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Dalam perbaikan kami ingin tambahkan Pasal 111 UU Pemda yang diuji karena SK sudah diterbitkan dan sudah diambil 14 April. Hingga saat ini, gubernur tidak melantiknya, kami tersandera dengan pasal 111 UU Pemda tentang pelantikan,” protesnya.

Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh gubernur atas nama presiden.

Menanggapi permohonan, Majelis Panel menilai permohonan yang dilayangkan pasangan bupati Sumba Barat terpilih belum menjelaskan kerugian konstitusional yang dialami para pemohon. Sebab, pemohon hanya menerangkan kerugian dalam kasus konkrit atas penerapan norma UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

“Anda hanya menjelaskan secara kasus faktual dalam implementasi yang dianggap tidak benar. Jadi Anda seharusnya menjelaskan bagaimana pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 yang berakibat hak konstitusional Anda terlanggar,” kritik Ketua Majelis Panel, Maria Farida Indrati saat persidangan.

Meski begitu, Maria menyatakan adanya kasus konkrit ini bisa dijadikan dasar kalau pasal yang bersangkutan memang bermasalah. Akan tetapi, dia menekankan agar para pemohon kerugian konstitusional pemohon harus diuraikan secara jelas. “Adanya alasan yang dipaparkan memang benar ini merugikan hak klien. Tetapi, apakah ini bertentangan konstitusi? Itu yang harus dijelaskan,” pintanya.
Tags:

Berita Terkait