Presdir Pakai Pengacara Mahal, Buruh Batavia Marah
Utama

Presdir Pakai Pengacara Mahal, Buruh Batavia Marah

Lebih memilih bayar pengacara daripada bayar pesangon buruh.

Happy Rayna Stephany
Bacaan 2 Menit
Pesawat Batavia Air. Foto: SGP
Pesawat Batavia Air. Foto: SGP
Persoalan hukum yang menimpa PT Metro Batavia (Batavia) ternyata tidak hanya milik tim kurator dengan Presiden Direkturnya, Yudiawan Tansari, tetapi juga merembet ke para mantan karyawan Batavia.

Apa penyebabnya? 3.000 buruh yang diwakili Odie Hudiyanto marah karena Yudiawan lebih memilih menyewa pengacara mahal ketimbang membayar kewajiban pesangon untuk 3.000 karyawan sejumlah Rp151 miliar.

“Dia (Yudiawan, red) sewa Sekjen AKPI (Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, red). Kan mahal,” tutur Odie Hudiawan, kuasa hukum 3000 buruh ketika ditanya hukumonline, Selasa malam (8/4). Sekjen AKPI yang dimaksud adalah Imran Nating.

Odie berpendapat mahalnya biaya pengacara ini merujuk pada nilai aset yang menjadi objek gugatan actio pauliana yang tengah diajukan tim kurator Batavia. Total objek gugatan yang disengketakan mencapai Rp80 miliar dan khusus untuk gedung kantor Batavia beserta tanahnya saja berkisar Rp60 miliar.

Berdasarkan nilai aset tersebut, Odie dapat mengira sedikitnya imbalan jasa pengacara yang diterima adalah 5 persen dari nilai gedung.

Kemarahan ini bukan tanpa alasan. Menurut Odie, apabila Yudiawan memang memihak kepada nasib para buruh, Presiden Direktur Batavia ini lebih baik menggunakan uang jasa tersebut untuk para buruh.

Odie juga menilai Yudiawan sangat lihai dan licik dalam menyembunyikan harta-hartanya. Ia melihat Yudiawan hanya menyerahkan boedel pailit yang dinilai tidak terlalu berharga. Sementara itu, aset-aset yang bernilai telah diagunkan ke Bank Muamalat, Bank Capital, dan Bank Harda. Sedangkan untuk aset bernilai yang tidak diagunkan, seperti Gudang Logistik di Bandara Mas dan Kantor Batavia telah dengan sengaja dialihkan ke orang-orang terdekat Yudiawan.

“Boedel pailit yang diserahkan ke kurator itu adalah boedel-boedel sampah. Tidak ada lagi yang tersisa. Pesawat hanya tinggal bangkai dan jika terjual hanya laku dibeli secara kiloan,” tulis Odie dalam rilis media yang berjudul “Selamatkan Nasib 3000 Karyawan Batavia dari Pengusaha (Yudiawan Tansari) yang Zalim”.

Ketika diingatkan bahwa Sekjen AKPI bukanlah kuasa hukum dari Yudiawan, Odie tetap bersikukuh. Meskipun Sekjen AKPI bukanlah kuasa hukum langsung dari Yudiawan, Odie meyakini Sekjen AKPI turut terlibat dalam menangani kasus Yudiawan.

“Ya, tetap aja orang-orangnya (Yudiawan dan tergugat lainnya, red) itu juga,” lanjutnya.

Odie juga menampik jika sikap buruh menolak tindakan Yudiawan yang menggunakan jasa Sekjen AKPI ditunggangi oleh pihak lain. Apabila pihak lain yang dimaksud adalah tim kurator, Odie mengatakan ia hanya mengorek informasi tentang budel pailit. Tak ada kepentingan lain yang menunggangi para buruh untuk mengambil sikap ini. Bahkan, ia pernah bersitegang dengan tim kurator lantaran para kurator belum juga segera membayar pesangon para buruh.

“Tidak ada pesanan dari siapapun atas hal ini,” tukasnya.

Imran Nating, Sekjen AKPI sekaligus sebagai kuasa hukum tergugat III Ignatius Vendy dan PT Putra Bandara Mas, heran dengan tudingan Odie Hudiyanto. Imran menegaskan dirinya bukanlah kuasa hukum Yudiawan Tansari, melainkan kuasa hukum Ignatius Vendy dan PT Putra Bandara Mas.

“Apa hubungannya saya dengan Yudiawan. Terlalu berlebihan jika disangkut-pautkan dengan Yudiawan,” tutur Imran ketika dihubungi hukumonline, Selasa malam (8/4).

Selain itu, Imran juga mengingatkan Odie bahwa tidak etis jika ada pihak yang menyerang tim kuasa hukum secara pribadi. Menurutnya, setiap orang boleh saja menggunakan jasa pengacara manapun demi mempertahankan hak-haknya dan apabila orang tersebut tidak memahami persoalan hukum yang dihadapinya.

Imran juga meyakini bahwa aset berupa gedung kantor Batavia yang dibeli kliennya adalah aset pribadi Yudiawan. Menurutnya, tidak ada larangan seorang direktur memiliki dan mengalihkan kekayaan pribadinya. Apabila tim kurator memang tetap ingin mengejar harta kekayaan pribadi seorang direktur, seharusnya direktur tersebut harus dibuktikan dulu kesalahannya dan harus ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kesalahan direktur itu.

Terkait dengan pernyataan Odie yang meyakini dirinya ada di balik layar tim Yudiawan dan di bayar mahal, Imran sekali lagi dengan tegas menolak. “Silahkan buktikan saja dan bisa saja saya tidak di bayar,” tegasnya.

Kuasa hukum Yudiawan, Tri Hartanto juga mengatakan adalah hak setiap orang untuk menggunakan jasa pengacara. Pengacara yang ditunjuk pun wajib menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diperintahkan UU Advokat dan Kode Etik Advokat, yaitu memberikan pelayanan terbaik kepada kliennya.

“Saya ditunjuk oleh Yudiawan dan dilindungi oleh UU Advokat dan Kode Etik. Tidak ada conflict of interest dan saya akan memberikan apa yang menjadi kewajiban saya,” ujarnya.

Terkait dengan kemarahan buruh akibat belum dibayarnya pesangon para buruh, Tri mengatakan hal tersebut bukan lagi tanggung jawab PT Metro Batavia. Justru, hal tersebut tanggung jawab kurator untuk membayar pesangon tersebut.

Selain itu, Tri menegaskan bahwa memang sudah menjadi kewajiban kurator untuk mencari aset para debitor. Hanya saja, Tri mengingatkan bahwa pengejaran aset harus dilakukan secara proporsional. Pasalnya, aset yang dikejar kurator berupa Gudang Bandara Mas dinilai sudah tidak proporsinal. Lebih lagi pengalihannya diklaim telah merugikan budel pailit.

Menurutnya, pengalihan tersebut sama sekali tidak untuk kepentingan pribadi Yudiawan, melainkan untuk kelangsungan usaha perusahaan dengan membayar utang perusahaan kepada Bank Bukopin. Begitu juga terhadap aset Gedung Kantor Batavia yang beralamat di Jalan Juanda. Aset tersebut benar-benar jelas merupakan aset pribadi Yudiawan. Gedung tersebut bukan aset PT Metro Batavia.

“Mencari aset memang kewajiban kurator dan kita debitor selalu bantu. Akan tetapi, untuk mengejar aset juga harus dilakukan secara proporsional,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait