Lagi, DJP Ungkap Penerbit Faktur Pajak Palsu
Berita

Lagi, DJP Ungkap Penerbit Faktur Pajak Palsu

DJP menghapus PKP yang sudah tidak aktif lagi sebagai langkah antisipasi penerbitan faktur pajak bodong.

FNH
Bacaan 2 Menit
Lagi, DJP Ungkap Penerbit Faktur Pajak Palsu
Hukumonline
Tim Penyidik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bekerjasama dengan Bareskrim Polri telah menangkap orang yang terlibat penerbitan faktur pajak bodong. Faktur pajak diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, penangkapan dilakukan pada 3 April 2014, pukul 19.00 WIB di kawasan Jakarta Timur. Pelaku penerbit faktur palsu dimaksud berinisial Z alias J alias B. Z bersama saudaranya D alias A alias R diduga sebagai penerbit faktur pajak yang tidak didasarkan pada transaksi sebenarnya melalui sejumlah perusahaan. D alias A alias R masih dalam pencarian.

Direktur Intelijen dan Penyidikan DJP, Yuli Kristiyono, mengatakan upaya mengungkap kasus ini dimulai sejak 2010 silam. Bermula dari penyidikan terhadap Soleh alias Sony, Eryanti dan Tan Kim Boen alias Wendry. Atas proses penyidikan tersebut, telah dilakukan penuntutan dan diputus melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 23 Agustus 2010 lalu terhadap Z alias J alias B dan D alias A alias R.

"Dalam kurun waktu tahun 2003 sampai dengan 2010, diperkirakan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp247.447.417.730," kata Yuli saat konferensi pers di Kantor Pusat DJP Jakarta, Senin (07/4).

Yuli melanjutkan, Z dan D mendirikan sejumlah perusahaan dan menggunakan nama-nama fiktif selaku pengurus dan pemegang saham. Z dan D meminta bawahan mereka yakni Soleh alias Sony untuk menandatangani faktur pajak dan SPT Masa PPN perusahaan. Faktur pajak yang diterbitkan tersebut kemudian dijual ke perusahaan-perusahaan yang berniat menggunakan faktur tersebut sebagai pengurang jumlah pajak yang harus dibayar.

Ditegaskan Yuli, DJP akan terus menindak aksi perusahaan-perusahaan penerbit SPT bodong. Karena itu ia  meminta segenap Wajib Pajak (WP) untuk berhati-hati dalam menggunakan faktur pajak masukan agar terhindar dari tindak pidana perpajakan. Salah satu indikasi yang bisa dibaca jika perusahaan kecil yang dalam laporan keuangannya terdapat banyak aktivitas penjualan dan pembelian. "Ini perlu dicurigai. Kok bisa perusahaan lecil namun besar penjualan tidak wajar," jelas Yuli.

Indikasi lain, jika sebuah perusahaan yang sudah lama tidak aktif, namun tiba-tiba aktif dengan aktivitas penjualan dan pembelian yang melebihi kapasitasnya. Selain itu, penerbit faktur pajak tersebut tidak melapor ke DJP. "Jika masyarakat menemui ciri ciri PKP diatas, harap dapat melaporkan kepada petugas pajak," ungkapnya.

Ini bukan penangkapan pertama faktur bodong. Berdasarkan data yang dimiliki oleh DJP, sejak 2008-2014 DJP telah menandai sebanyak 100ribu faktur pajak asli namun palsu dengan total nilai Rp1,5 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas (P2Humas) DJP Kismantoro Petrus, sejak 2013 DJP telah menghapus 325.000 Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai upaya untuk mengantisipasi penerbitan faktur pajak bodong.”PKP yang dihapus separuhnya karena sudah tidak ada kegiatan lagi," kata Petrus.

Dijelaskan Petrus, untuk PKP yang tercatat sudah tidak aktif lagi, nomor PKP kerap digunakan oleh penerbit faktur bodong untuk mendapatkan pajak keluaran yang lebih besar ketimbang pajak masukan. Akibatnya, pajak yang dibayarkan kepada negara menjadi lebih kecil.

Langkah antisipasi lain, DJP mulai menerapkan pemberian nomor faktur pajak PKP. Sebelumnya, Petrus mengatakan penomoran dilakukan oleh PKP. Sejak April tahun ini, penomoran dilakukan DJP agar lebih mudah melakukan pemantauan. "Tentang sistem baru ini, tergantung sistem IT dari WP. Jika sistem IT WP canggih, maka akan mudah mengikuti sistem IT DJP," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait