Transparansi Tak Jamin Bebas Indikasi Korupsi
Berita

Transparansi Tak Jamin Bebas Indikasi Korupsi

Indikasi korupsi harus semaksimal mungkin ditekan.

KAR
Bacaan 2 Menit
Mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Siswinarno. Foto: SGP
Mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Siswinarno. Foto: SGP

Banyak pejabat yang mengurusi pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah terjerat perkara korupsi. Pada kenyataannya, tak semua pejabat yang terseret risiko korupsi berniat melakukan penyimpangan. Ada kemungkinan karena ketidakpahaman dan ketidaktahuan aturan tentang prosedur pengadaan barang/jasa. Padahal, pengadaan barang/jasa mengandung risiko pidana jika tak dijalankan sebagaimana mestinya.

Mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Siswinarno, mengingatkan risiko pidana korupsi harus diminimalisasi para pejabat pembuat komitmen (PPK). Pengalamannya menjadi auditor selama 23tahun membawa kesimpulan, banyak hal sepele yang justru membuat pejabat tergelincir.

“Banyak auditor tidak paham hal pokok yang dilaporkan, seperti misalnya pembelian pesawat ataupun virus. Justru yang diperhatikan secara mendalam masalah honor. Seringkali, ternyata di situlah ditemukan keteledoran,” paparnya dalam workshop bertajuk Menghadapi Risiko Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang diselenggarakan hukumonline di Jakarta, Selasa (19/11).

Pria yang kini berprofesi sebagai konsultan di bidang akuntasi keuangan ini mengungkapkan, apa yang ia sebut keteledoran itu terjadi karena ketidakpekaan PPK terhadap tindak pidana korupsi. Ia mencontohkan, masalah honor pengadaan barang dan jasa disebutkan di kontrak diberikan oleh penyedia jasa. Sekilas, terlihat sudah transparan karena diatur di dalam kontrak. Namun, ternyata hal itu termasuk korupsi karena memiliki indikasi konflik kepentingan.

“Jadi, sudah transparan bukan berarti bebas indikasi korupsi,” katanya.

Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 membuka kemungkinan panitia penerima barang adalah pihak di luar instansi. Suswinarno menganalisis aturan tersebut bahwa sejak awal instansi menyediakan anggaran honor untuk pihak luar yang ditunjuk. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar honor untuk pejabat internal penerima barang pun disiapkan instansi dalam bentuk anggaran.

“Kalau bekerjanya bisa lebih dari jam kantor, siapkan saja anggaran dengan penghitungan jam kerja,” ujarnya.

Selain itu, Suswinarno mengungkapkan agar para PPK yang mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum multitafsir jangan sungkan berkonsultasi kepada BPK maupun Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Menurutnya, dengan berkonsultasi instansi telah memindahkan risiko kepada pihak lain.

Tags:

Berita Terkait