Dihukum KPPU, Pelindo Ajukan Keberatan
Berita

Dihukum KPPU, Pelindo Ajukan Keberatan

Pelindo dihukum gara-gara satu klausul.

HRS
Bacaan 2 Menit
Dihukum KPPU, Pelindo Ajukan Keberatan
Hukumonline

PT Pelabuhan Indonesia (Persero) terpaksa merogoh kocek sangat dalam. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum perusahaan plat merah itu membayar denda sejumlah Rp4,775 miliar, Senin (4/11).

Ironisnya, pangkal persoalan ini hanyalah satu klausul yang terdapat dalam perjanjian sewa lahan antara Pelindo dengan pihak ketiga. Klausul tersebut menyatakan pihak ketiga menyetujui untuk menggunakan jasa perusahaan Pelindo dalam membongkar muat barang komoditi yang berlabuh di Teluk Bayur.

Menurut komisi, klausul tersebut melanggar Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a dan b UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Klausul tersebut dapat menghambat pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar yang sama. Begitu juga dengan para konsumen. Mereka menjadi tidak bebas dalam memilih jasa perusahaan yang diinginkan untuk bongkar muat barang di Teluk Bayur.

Dalam kurun waktu 2006-2011, KPPU menemukan ada 20 perjanjian tertutup yang dilakukan dengan pihak ketiga. Dari 20 perjanjian tersebut, setidaknya ada delapan perjanjian yang memuat syarat bagi pihak ketiga untuk menggunakan jasa perusahaan bongkar muat barang yang ditunjuk Pelindo.

Komisi menilai klausul tersebut bukanlah sebagai bentuk asas kebebasan berkontrak. Ada batasan-batasan yang tetap harus diperhatikan dalam pembuatan kontrak. Batasan tersebut di antaranya adalah tidak melanggar undang-undang lain, kepatutan, kehati-hatian, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Sedangkan perjanjian ini telah melanggar prinsip-prinsip antimonopoli dan persaingan yang sehat.

Hal lain yang diperhatikan komisi adalah mengenai asas keseimbangan. Peraturan dibuat agar tidak terjadi ketidakseimbangan posisi antara para pihak. Sementara itu, ada ketidakseimbangan posisi yang terjadi antara Pelindo dengan pihak ketiga. Pelindo memiliki posisi yang sangat dominan terhadap pihak ketiga karena memiliki fasilitas yang esensial.

“Terjadi penyalahgunaan wewenang posisi dominan,” ucap Ketua Majelis Komisi Saidah Sakwan, Senin (4/11).

Tags:

Berita Terkait