ICW Laporkan Vonis Angelina Sondakh ke MA
Berita

ICW Laporkan Vonis Angelina Sondakh ke MA

MA menilai apa yang dilaporkan ICW sudah memasuki wilayah pokok perkara. Pengacara menganggap ICW dkk sudah kebablasan.

ASH/RZK
Bacaan 2 Menit
Peneliti ICW Febri Diansyah. Foto: Sgp
Peneliti ICW Febri Diansyah. Foto: Sgp

Melaporkan kejanggalan vonis Angelina Sondakh ke KY ternyata dinilai masih belum cukup oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan sejumlah LSM lainnya. Hari ini (30/1), ICW bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan Indonesia Legal Roundtable menyambangi Gedung MA. Agendanya sama, mereka ingin menyampaikan temuan tentang kejanggalan-kejanggalan dalam Vonis Angelina.

Sebagaimana diketahui, Angelina divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam putusan yang dibacakan pada 10 Januari lalu, majelis hakim menyatakan mantan Putri Indonesia itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pembahasan anggaran di Kemenpora dan Kemendikbud. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan penuntut umum KPK yang menginginkan Angelina dipidana penjara selama 12 tahun.

“Kami telah menyampaikan hasil analisis catatan hukum kasus Angie (sebutan populer untuk Angelina, red) yang ditujukan ke Ketua MA, tetapi kita tidak membahas masalah substansi putusan,” ujar Peneliti ICW Febri Diansyahusai bertemu dengan Ketua Muda MA Pidana Umum Artidjo Alkostar.

Febri mengungkapkan total ada 32 poin kekeliruan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang mengakibatkan vonis Angelina sangat rendah. Kekeliruan itu antara lain hakim lebih memilih membuktikan Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor. Padahal, berdasarkan fakta persidangan, Angelina bisa dijerat dengan Pasal 12 A UU PemberantasanTipikor dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. 

“Fakta persidangan, sebenarnya terlihat peran aktif Angie, mulai dari pertemuan-pertemuan, negosiasi fee, sampai dengan upaya untuk mempengaruhi pihak Kemendiknas. Ada dua saksi yang kita petik di sana yaitu Sekretaris Dirjen Dikti dan beberapa pejabat di Kemendiknas lainnya untuk mempengaruhi untuk penggiringan proyek,” ungkap dia.

Hal lain yang dipersoalkan ICW dkk adalah keputusan hakim yang tidak menerapkan aturan perampasan aset dengan alasan uang yang digunakan untuk suap dalam kasus Angelina bukan berasal dari uang negara. “Ini sangat fatal sekali, seolah-olah pasal perampasan aset itu hanya bisa dikenakan untuk korupsi yang ada indikasi uang negara,” ujar Febri.

ICW dkk berharap MA mempelajari vonis Angelina untuk kemudian melakukan koreksi. Jika MA tidak melakukan koreksi, menurut Febri, hal ini dapat membahayakan upaya pemberantasan korupsi ke depan. “Kita khawatir vonis rendah Angie, akan menjadi tren vonis lemah di Pengadilan Tipikor terhadap kasus-kasus lain yang akan membahayakan pemberantasan korupsi ke depan,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait