MK menyatakan Pasal 197 ayat (2) huruf k UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) inkonstitusional bersyarat. Uniknya, putusan MK ini justru menyatakan menolak permohonan pemohon.
“Pasal 197 ayat (2) huruf k KUHAP bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP mengakibatkan putusan batal demi hukum,” kata Ketua MK Moh. Mahfud MD saat membacakan putusannya di Gedung MK, Kamis (22/11).
Karena itu, redaksional Pasal 197 ayat (2) KUHAP selengkapnya berubah menjadi, “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.”
Mahkamah berpendapat Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP secara formal bersifat imperatif (wajib) kepada pengadilan manakala pengadilan atau hakim tidak mencantumkannya dalam putusan yang dibuatnya, maka akan menimbulkan akibat hukum tertentu. Meski demikian,secara materiil-substantif kualifikasi imperatif seluruh ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP tidaklah dapat dikatakan sama atau setingkat.
Mahkamah membenarkan suatu amar putusan pidana tetap perlu ada pernyataan terdakwa tersebut ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan sebagai bagian dari klausula untuk menegaskan status terdakwa bersalah dan harus dijatuhi pidana. Namun, ada atau tidaknya pernyataan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari kebenaran materiil yang telah dinyatakan oleh hakim dalam amar putusannya.
“Benar putusan yang dinyatakan batal demi hukum, putusan sejak semula dianggap tidak pernah ada dan tidak mempunyai kekuatan apapun. Namun, harus dipahami putusan pengadilan haruslah dianggap benar/sah dan mengikat sebelum ada putusan pengadilan lain yang membatalkan,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan putusan.
Atas dasar itu, untuk menjamin kepastian hukum yang adil dan menghindari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum yang berpotensi memunculkan ancaman ketakutan bagi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dalil-dalil permohonan pemohon terkait pengujian Pasal 197 ayat (1) huruf k jo Pasal 197 ayat (2) KUHAP dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.