Mahasiswa Uji UU Pendidikan Tinggi
Berita

Mahasiswa Uji UU Pendidikan Tinggi

Kurikulum pendidikan tinggi dikhawatirkan akan mengikuti kebutuhan dunia usaha.

ASH
Bacaan 2 Menit
Mahasiswa Uji UU Pendidikan Tinggi ke MK. Foto: Sgp
Mahasiswa Uji UU Pendidikan Tinggi ke MK. Foto: Sgp

Enam mahasiswa Universitas Andalas (Unand) yang tergabung dalam Forum Peduli Pendidikan (FPP) yaitu M. Nurul Fajri, Candra Feri Caniago, Depitriadi, Roky Septiari, Armada Pransiska, dan Agid Sudarta Pratama mempersoalkan sejumlah pasal dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ke MK. Mereka merasa dirugikan dengan berlakunya pasal-pasal itu. 

Mereka memohon pengujian Pasal 65, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 86, Pasal 87 UU Pendidikan Tinggi. “UU Pendidikan Tinggi tak jauh berbeda, biaya pendidikan yang mahal, sulit untuk diakses, modal menjadi mitra utama penyelenggaraan pendidikan, pemerintah mereduksi perannya, berorientasi pasar, dan diskriminatif,” kata salah satu pemohon, Roky Septiari, saat membacakan permohonannya dalam sidang yang diselenggarakan dengan menggunakan video conference antara Unand dan MK.

Menurut pemohon, Pasal 65 UU Pendidikan Tinggi dapat berpotensi memberikan kewenangan kepada institusi perguruan tinggi untuk memungut biaya kepada mahasiswa guna pemenuhan/menutupi biaya operasional perguruan tinggi negeri itu.

Pasal 73 Undang-Undang a quo juga berpotensi melepas tanggung jawab negara terhadap pendidikan dengan membuka jalur penerimaan mahasiswa dalam bentuk jalur lain dengan kemandirian yang diberikan sepenuhnya dalam menentukan tata cara penerimaan mahasiswa baru.

Roky mengatakan ketentuan yang terkandung di dalam Pasal 74 UU Pendidikan Tinggi merugikan masyarakat yang tergolong kurang mampu. Sebab, hanya mewajibkan PTN untuk mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik yang tinggi tetapi kurang mampu secara ekonomi, tanpa mewajibkan mencari dan menjaring calon mahasiswa yang potensi akademiknya rendah dan kurang mampu.

“Ketentuan itu menyebabkan anak-anak yang kurang pintar dan tidak mampu secara ekonomi akan semakin tertinggal,” katanya.

Ketentuan Pasal 86 UU Pendidikan Tinggi memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan insentif kepada dunia usaha, dunia industri, dan masyarakat agar aktif memberikan bantuan dana kepada perguruan tinggi. “Ini bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang seharusnya bertanggung jawab atas pendidikan semua warga negaranya,” kata Roky.

Ketentuan itu, kata Roky, tidak membentuk pendidikan yang berkualitas, tetapi menjadikan paradigma dunia pendidikan tinggi seperti dunia usaha yang mengutamakan profit oriented (mengejar keuntungan).

“Dikhawatirkan dampaknya kurikulum perguruan tinggi akan disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri yang berakibat hilangnya ilmu-ilmu penting untuk membentuk budi pekerti, pikiran dan jasmani generasi muda, generasi yang tidak mampu berpikir cerdas, tidak kritis, dan tidak membuat bangsa ini menjadi bangsa yang mempunyai peradaban yang maju,” kata Roky.

Karena itu, para pemohon meminta MK mencabut seluruh pasal-pasal dalam UU Pendidikan Tinggi karena bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan Pasal 65, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 86, Pasal 87 UU Pendidikan Tinggi bertentangan dengan UUD 1945,” pintanya.

Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis Panel Hakim Hamdan Zoelva meminta kepada para pemohon untuk lebih memperjelas uraian alasan permohonan dan pertentangan pasal-pasal yang diuji dengan UUD 1945.

Soal permintaan pencabutan seluruh pasal UU Pendidikan Tinggi, Hamdan menegaskan bahwa permintaan itu bukan wewenang MK, melainkan pembentuk undang-undang. “Jika pasal yang dicabut merupakan pasal inti dari UU itu, MK bisa menghapus pasal-pasal terkait,” katanya.

Anggota majelis panel, Ahmad Fadlil Sumadi mempertanyakan permintaan pemohon mencabut UU Pendidikan Tinggi dalam petitum pertama. Sedangkan dalam  petitum kedua meminta menghapus pasal-pasal yang diuji. “Anda minta semuanya dihapus, tetapi juga meminta beberapa pasal yang diuji dihapus, ini perlu dipertegas,” pintanya.

Tags: