DPD Merasa Kewenangannya Dikebiri Dua UU
Berita

DPD Merasa Kewenangannya Dikebiri Dua UU

Majelis panel menyarankan agar permohonan uji materi ini diubah menjadi permohonan SKLN.

ASH
Bacaan 2 Menit
Majelis MK gelar sidang perdana pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang PPP. Foto: ilustrasi (Sgp)
Majelis MK gelar sidang perdana pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang PPP. Foto: ilustrasi (Sgp)

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Pemohonan ini diajukan 18 DPD yang menganggap kedua undang-undang telah mengebiri kewenangan DPD terkait penyusunan RUU.

DPD memohon pengujian Pasal 71 huruf a, d, e, f dan g; Pasal 102 ayat (1) huruf d dan e; Pasal 107 ayat (1) huruf c; Pasal 143 ayat (5); Pasal 144; Pasal 147 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (7); Pasal 150 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan Pasal 151 ayat (1) UU MD3.

Selain itu, Pasal 18 huruf g; Pasal 20 ayat (1); Pasal 21; Pasal 22 ayat (1); Pasal 23 ayat (2); Pasal 43 ayat (1), ayat (2); Pasal 46 ayat (1); Pasal 48 ayat (2), ayat (3); Pasal 65 ayat (3), ayat (4); Pasal 68 ayat (5); Pasal 69 ayat (1) huruf a dan b; dan Pasal 70 ayat (1), ayat (2) UU PPP.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, DPD lewat kuasa hukumnya, Todung Mulya Lubis meminta MK mempertegas kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah di pusat. Sebab, UU MD3 dan UU PPP ini merugikan beberapa kewenangan DPD yang dijamin UUD 1945 seperti kewenangan mengajukan RUU, ikut serta dalam pembahasan RUU, dan ikut menyetujui RUU menjadi undang-undang.

“Undang-undang ini mereduksi kewenangan DPD tanpa mengikutsertakan DPD mulai dari pengajuan RUU hingga persetujuan RUU. Padahal, RUU yang dibahas itu menyangkut kewenangan DPD seperti otonomi daerah, hubungan pemerintahan pusat dan daerah, hingga pertimbangan keuangan pusat dan daerah, ini kewenangan yang dijamin dalam UUD 1945, tetapi DPD ditinggalkan atau tidak terlibat,” kata jelas Todung di ruang sidang MK, Senin (24/9).

Todung mengatakan tidak diikutsertakan DPD dalam pembahasan atau persetujuan sebuah RUU adalah pelanggaran terhadap konstitusional. “Padahal kan DPD sendiri telah diberikan mandat sesuai dengan UUD untuk mewakili kepentingan daerah, kalau ini diabaikan maka aspirasi rakyat didaerah jadi tidak bisa diakomodir,” lanjut Todung.

Menurut dia, pengujian undang-undang ini murni untuk mengembalikan kewenangan DPD yang telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD 1945. Selama ini, DPD menilai dengan lahirnya beberapa pasal dalam UU MD3 dan PPP ini membuktikan adanya kesalahan tafsir mengenai kewenangan DPD sebagai wakil daerah.

“Dalam UU MD3 dan UU PPP ini dalam beberapa pasalnya mencantumkan kewenangan DPD. Namun, beberapa pasal kedua undang-undang itu kami anggap telah mengkebiri kewenangan DPD. Karena itu, kami minta MK membatalkan pasal-pasal dan minta tafsir konstitusional dengan mengoreksi kesalahan tafsir yang terjadi,” pintanya.

Menanggapi permohonan ini, Anggota Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar mempertanyakan apakah permasalahan kewenangan ini pernah dibicarakan dengan DPR sebelum menggugat ke MK. Atas pertanyaan itu, Ketua Tim Litigasi DPD, I Wayan Sudarta mengaku sejak tahun 2007 pihaknya telah intens mengkomunikasikan persoalan ini kepada DPR dengan membentuk Tim 25, tetapi tidak ada kelanjutannya.

“Bahkan sekarang telah dibuat tatib bersama untuk permasalahan ini, seperti tukar info, dan sekjen-sekjen sudah berunding, tetapi itu tidak ada kelanjutan juga. Karena dua cara yang telah kami lakukan terhadap DPR dengan DPD itu tidak berhasil, kami ajukan gugatan ke MK,” terang Wayan.

Anggota panel lainnya, Ahmad Fadlil Sumadi menilai permohonan ini mengesankan ada persoalan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), bukan pengujian undang-undang (PUU). “Dan banyak kalimat senada yang menunjukkan ini seakan-akan seperti SKLN,” jelas Fadlil.

Usai sidang, Todung tetap merasa bahwa permohonan uji materi ini tidak perlu diubah menjadi permohonan SKLN. Sebab, permohonan uji materi ini murni diperuntukkan untuk meluruskan kembali tafsir beberapa pasal dalam MD3 dan UU PPP itu.

“Kami percaya persoalan ini akan bisa diselesaikan jika MK memberi tafsir pasal-pasal itu, sehingga hak kewenangan DPD dalam mengajukan RUU dan ikut membahasnya itu akan bisa terakomodasi. Jadi tidak perlu sampai SKLN dan itu belum waktunya,” tegas Todung.

Tags: