Lima Kriteria Ganti Rugi Pelayanan Publik
Berita

Lima Kriteria Ganti Rugi Pelayanan Publik

Ganti rugi bisa dibayar langsung oleh penyelenggara. Bisa diminta lewat Ombudsman Republik Indonesia, atau pengadilan.

Mys
Bacaan 2 Menit
masyarakat bisa komplain layanan publik yang tidak laksanakan kewajiban atau adukan pelaksana yang berikan pelayanan tidak sebagaimana mestinya. Foto: SGP
masyarakat bisa komplain layanan publik yang tidak laksanakan kewajiban atau adukan pelaksana yang berikan pelayanan tidak sebagaimana mestinya. Foto: SGP

Masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya bisa menuntut ganti dari penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik. Menurut Suhariyono AR, Sekretaris Jenderal Ombudsman Republik Indonesia (ORI), masyarakat bisa mengadukan penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan. Atau, mengadukan pelaksana yang memberikan pelayanan tidak sebagaimana mestinya. “Itu sudah diatur dalam Undang-Undang Pelayanan Publik,” ujarnya.

 

Namun tidak sembarang orang bisa mengajukan komplain layanan publik (yanlik) yang berujung pada ganti rugi. Sebuah Peraturan Presiden (Perpres) tentang Mekanisme dan Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi dalam Pelayanan Publik sedang disusun Pemerintah. Berdasarkan salinan Rancangan Perpres yang diperoleh hukumonline, ada lima kriteria yang harus dipenuhi agar ganti rugi dapat diberikan.

 

Pertama, terdapat pengaduan yang mengandung tuntutan ganti rugi. Kedua, ada penyimpangan atau ketidaksesuaian penyelenggaraan dengan standar pelayanan  akibat kesalahan penyelenggara atau pelaksana. Ketiga, ada kerugian materiil. Keempat, penerima pelayanan telah memenuhi kewajibannya. Kelima, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masing-masing sektor.

 

Deputi Menteri Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN & RB), Wiharto, mengatakan pembayaran ganti rugi tidak akan sembarangan dilakukan. Jangan sampai mekanisme pembayaran ganti rugi dalam pelayanan publik menjadi ladang mencari nafkah. Perpres itu, kata dia, disusun untuk memperkuat pelayanan publik. “Jangan sampai dijadikan sebagai cari penghasilan tambahan,” imbuhnya dalam sebuah diskusi di Jakarta (02/10).

 

UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sebenarnya tidak memberikan kriteria pemberian ganti rugi dalam pelayanan publik. Bahkan tidak mengamanatkan untuk diatur dalam Perpres. Undang-Undang hanya menyebutkan “keharusan adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) dari perbuatan penyelenggara yang merugikan”. Namun Rancangan Perpres yang sedang disusun Pemerintah memuat kriteria dimaksud.

 

Berkaitan dengan kriteria tersebut, Suhariyono khawatir muncul anggapan Rancangan Perpres membatasi makna pemberian ganti rugi. Karena itu, Sekjen Ombudsman ini mengusulkan agar pasal-pasal krusial dalam Rancangan Perpres dibahas secara hati-hati. “Karena hal ini menyangkut hak orang perseorangan atau masyarakat di satu sisi, dan keterbatasan keuangan negara di sisi lain,” tegasnya.

 

Kehati-hatian itu penting karena jangan sampai mekanisme pembayaran ganti rugi kelak -jika Perpres sudah terbit- menimbulkan masalah. Menurut Wiharto, penyelenggara dapat melaksanakan pembayaran langsung kepada masyarakat yang dirugikan. Namun, ia dan Suhariyono mengakui tak semua penyelenggara beriktikad baik langsung membayar. Itu sebabnya tuntutan ganti rugi dapat diajukan melalui Ombudsman atau pengadilan.

 

Dua mekanisme terakhir bukan tanpa masalah. Menurut penelitit ICW, Febri Hendri, pembayaran akan memakan waktu lama. Biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengajukan komplain juga akan tambah besar. Febri, dalam sebuah diskusi di kantor LBH Jakarta (2/10), mengusulkan agar ada satu badan khusus yang membayar, misalnya memanfaatkan badan asuransi pemerintah.

 

Wiharto tidak menampik masalah kemungkinan kelambanan pembayaran. Apalagi berkaitan dengan sistem anggaran negara. Pembayaran baru bisa dilakukan jika sudah ada permintaan. Penganggaran pembayaran ganti rugi dalam yanlik di lembaga-lembaga pemerintah masih menjadi batu sandungan Rancangan Perpres. Kementerian PAN & RB masih menunggu masukan Kementerian Keuangan.

Tags:

Berita Terkait