Meski Divonis, Prita Tidak Harus Ditahan
Utama

Meski Divonis, Prita Tidak Harus Ditahan

Salinan putusan kasasi Prita masih dalam proses minutasi.

Agus Sahbani/Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Meski divonis, Prita Mulyasari tidak harus ditahan.<br> Foto: SGP
Meski divonis, Prita Mulyasari tidak harus ditahan.<br> Foto: SGP

Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) ternyata menghukum Prita Mulyasari selama enam bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun. Vonis itu dijatuhkan lantaran kasasi jaksa penuntut umum dikabulkan dalam kasus pencemaran nama baik atas Rumah Sakit (RS) Omni Internasional lewat surat elektronik Prita Mulyasari.

 

"Amar putusannya itu kabulkan kasasi jaksa. Kemudian hukumannya itu enam bulan dengan masa percobaan satu tahun,” kata salah satu anggota majelis kasasi MA, Salman Luthan, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (11/7).

 

Dengan putusan itu, berarti Prita tidak harus menjalani pidana penjara atau ditahan. Namun, dalam jangka satu tahun Prita tidak boleh melakukan tindak pidana sejenis dan harus berkelakuan baik. 

 

Menurut Salman, Prita terbukti memenuhi unsur kualifikasi tindak pidana  pencemaran nama baik. Pemenuhan unsur tersebut terkait pernyataan Prita dalam surat elektronik (email) mengenai RS Omni Internasional yang dikirimkan ke sejumlah teman-temannya.   

 

Meski demikian, putusan kasasi MA itu dijatuhkan tidak bulat. Sebab, salah satu anggota majelis, Salman Luthan sendiri mengajukan pendapat berbeda dalam putusan kasasi itu (dissenting opinion). ”Saya sendiri, menganggap perbuatan Prita Mulyasari tidak memenuhi kualifikasi tindak pidana pencemaran nama baik dengan adanya surat elektronik itu,” tutur Salman.

 

Dalam dissenting opinion-nya, Salman menilai penulisan surat elektronik yang  dibuat Prita tidak terlepas dari pelayanan RS Omni Internasional Tangerang sebelumnya. Prita adalah pasien di rumah sakit tersebut. “Karena itu, saya berpendapat perbuatan Prita, tidak memenuhi kualifikasi itu,” kata Salman.

 

Sebelumnya,  Majelis kasasi yang diketuai M Zaharuddin Utama beranggotakan Salman  Luthan dan R Imam Harjadi mengabulkan kasasi penuntut umum dan menolak kontra memori kasasi yang diajukan Prita. Putusan itu dijatuhkan pada 30 Juni 2011 dengan nomor putusan 822 K/PID.SUS/2010.

 

Penuntut umum menuntut  Prita dihukum enam bulan penjara di PN Tangerang. Pada 29 Desember 2009 majelis hakim PN Tangerang membebaskan dan menyatakan Prita tidak bersalah. Majelis menganggap Prita tidak terbukti dan meyakinkan bersalah telah melakukan  tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut, yakni Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 310 ayat (2) KUHP, atau pasal 311 ayat (1) KUHP. Lalu, penuntut umum langsung mengajukan kasasi.

 

Kepala Subbag Humas MA, Andre Tristanto mengaku hingga kini salinan  putusan Prita belum selesai karena masih dalam proses minutasi. “Sekarang  putusan itu masih proses administrasi, pengetikan atau minutasi, Insya Allah dalam satu minggu pengetikan selesai,” kata Andre di ruang kerjanya.

 

Andre mengaku belum mengetahui secara pasti amar dan pertimbangan putusan kasus  Prita ini. Dia hanya mengetahui dalam laman Mahkamah Agung hanya disebut kasasi penuntut umum  dikabulkan. “Rinciannya masih di hakim agung, nanti jika proses administrasi selesai baru diketahui pertimbangan dan amat putusannya bisa diketahui dan akan kita sampaikan kepada para pihak untuk diekseksusi,” katanya.

 

Ia beralasan belum selesainya salinan kasus ini karena perkara yang ditangani  hakim agung cukup banyak. “Volume kerja hakim agung kan besar dan perkara ditangani hakim agung banyak,” dalihnya.

 

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin meminta agar para pihak baru berkomentar setelah mengetahui putusan kasus Prita itu secara lengkap. “Makanya, kalau mau berkomentar itu setelah tahu apa isi putusannya secara jelas,” ujar Aziz mengomentari putusan MA yang ternyata ‘hanya’ menghukum Prita dengan hukuman percobaan.

 

Aziz menuturkan rencananya Komisi III akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Prita seputar kasus hukum yang sedang dihadapinya. Rencananya, pertemuan itu akan digelar hari ini, Senin (11/7) di Ruang Rapat Komisi III, tetapi rencana itu batal karena ketidaksiapan kuasa hukum Prita. “Kami akan agendakan kembali,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Tags: