Ribuan Perda Timbulkan Masalah Bagi Pengusaha
Berita

Ribuan Perda Timbulkan Masalah Bagi Pengusaha

Kontrol Pusat terhadap Perda yang menimbulkan masalah bagi pengusaha belum sepenuhnya efektif.

Mys
Bacaan 2 Menit
Ribuan Perda Timbulkan Masalah Bagi Pengusaha
Hukumonline

Hasil survei terhadap para pelaku usaha di 245 kabupaten/kota di seluruh Indonesia menunjukkan lebih dari sepertiga peraturan di daerah yang diterbitkan pemerintah daerah mengandung masalah. Meskipun sejak 2004 dilakukan berbagai upaya kontrol, langkah pemerintah pusat ternyata belum efektif.

 

Hasil kajian terhadap Perda itu merupakan bagian dari Laporan Tata Kelola Ekonomi Daerah 2011 (TKED) hasil kerjasama Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah dengan Asia Foundation. Laporan itu diluncurkan di Jakarta, Kamis pekan lalu. Kajian ini berangkat dari data bahwa lebih dari sepertiga peraturan daerah yang diterbitkan Pemda bermasalah.

 

Sejak masa desentralisasi hingga akhir 2010, tidak kurang dari 13.622 perda yang dikirimkan ke Pusat. Kementerian Keuangan malah sudah melakukan kajian terhadap 13.252 Perda. Dari jumlah ini Kementerian Keuangan mengusulkan agar Kementerian Dalam Negeri membatalkan 4.885 Perda. Kementerian Dalam Negeri baru membatalkan 1.843 Perda. Artinya, masih tersisa 3.042 Perda rekomendasi Kementerian Keuangan yang belum jelas tindak lanjutnya.

 

Sejalan dengan kondisi itu, sebuah tim KPPOD telah melakukan analisis terhadap 1.480 peraturan di daerah. Terdiri dari 1.451 Peraturan Daerah (Perda), 26 peraturan bupati/walikota, dan tiga Surat Keputusan (SK) walikota yang terbit dalam rentang waktu 1998-2010. Tim mengkaji ribuan peraturan di daerah itu menggunakan potensi permasalahan pada aspek prinsip, substansi, dan acuan yuridis. Yang paling banyak dikaji adalah Perda tentang perizinan. Selain itu, banyak Perda mengatur tentang pajak, retribusi, dan non-pungutan.

 

Berkaitan dengan acuan yuridis, ditemukan fakta bahwa mayoritas Perda mengacu pada peraturan perundang-undangan yang sudah tidak updated. Tingginya prosentase Perda (72 persen) yang acuan yuridisnya bermasalah menunjukkan “sebagian besar daerah tidak melakukan penyesuaian dengan perubahan-perubahan di tingkat Pusat”.

 

Sebagai contoh, Perda tentang pajak dan retribusi daerah seharusnya sudah merujuk dan disesuaikan dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Faktanya, baru sedikit daerah yang melakukan penyesuaian. Maluku adalah daerah dengan sedikit pelanggaran aspek yuridis, sedangkan yang paling tinggi pelanggarannya ditemukan di kabupaten/kota di Lampung.

 

Berkaitan dengan aspek substansi, 39 persen dari 1.480 peraturan daerah yang dianalisis, mengandung minimal satu masalah. Permasalahan terbesar adalah ketidakjelasan prosedur, standar waktu, dan tarif. KPPOD menemukan fakta banyak Perda mengatur kewajiban bagi warga masyarakat, sebaliknya sedikit Perda yang mengatur hak masyarakat dan kewajiban Pemda atas perizinan.

 

Berkaitan dengan aspek prinsip, 17 persen Perda yang diteliti menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian. Diikuti pelanggaran kewenangan pemerintahanan (5 persen) dan pembatasan akses masyarakat (3 persen). Para pengusaha yang diwawancarai mengeluhkan banyaknya dana tambahan di luar biaya resmi.

 

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) M Nur Solikhin, berpendapat pengawasan Perda seharusnya dilakukan di tingkat Menteri Dalam Negeri. Sebab, ada kewajiban daerah untuk melaporkan Perda tersebut ke Kementerian Dalam Negeri. Pengawasan yang optimal oleh Kementerian Dalam Negeri bekerjasama dengan Kementerian Keuangan diharapkan bisa memutakhirkan pijakan hukum Perda.

Tags: