Jepang Tak Lagi di Inalum
Berita

Jepang Tak Lagi di Inalum

Keinginan pemerintah ini senada dengan suara berbagai kalangan di dalam negeri.

Mvt
Bacaan 2 Menit
Jepang Tak  Lagi di Inalum
Hukumonline

 

Pemerintah Indonesia menegaskanperjanjian kerjasama saham dengan Jepang di PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) hanya sampai berakhir kontrak tahun 2013. Selanjutnya, pemerintah menata ulang seluruh operasional produksi alumunium di kabupaten pada Provinsi Sumatera Utara tersebut.

 

Demikian Ketua Tim Teknis Negosiator Perundingan Indonesia-Jepang, Agus Tjahajana, disela perundingan pertama dengan Jepang di Hotel Borobudur, Jumat pagi (18/2). Indonesia diwakili antara lain oleh Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait, pejabat Kemenko Perekonomian, pejabat Kementerian ESDM, Pejabat Kementerian BUMN, pejabat Kementrian Luar Negeri, dan perwakilan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

Sementara, pihak Jepang antara lain Menteri Perdagangan Jepang, pejabat Japan International Cooperation Agency (JICA), dan pejabat perusahaan Nippon Asahan Aluminium (NAA).

 

Agus menegaskan, dalam master agreement Indonesia-Jepang, sudah diatur bagaimana tata cara pengakhiran kontrak ini. Hasil negosiasi ini akan dibawa ke Ketua Tim Perundingan yakni Menteri Perindustrian MS Hidayat.

 

Master Agreement Indonesia-Jepang di PT Inalum ini ditandatangani pada tanggal 7 Juli 2005 di Tokyo antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Jepang, dan 12 investor Jepang. Mereka adalah Sumitomo Chemical company Ltd, Sumitomo Shoji Kaisha Ltd, Nippon Light Metal Company Ltd, C Itoh & Co, Ltd, Nissho Iwai Co, Ltd, Nichimen Co, Ltd, Showa Denko K.K, Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd, Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Co, Ltd, Mitsui & Co, Ltd.

 

Pemerintah Jepang dan keduabelas investor tersebut kemudian mendirikan perusahaan investasi NAA pada tanggal 25 November 1975.PT Inalum sendiri didirikan dua bulan setelah itu, pada tanggal 6 Januari 1976 di Jakarta. Kepemilikan saham antara Pemerintah Indonesia dan NAA berubah beberapa kali. Pada saat pendirian, pemerintah memiliki 10 persen dan NAA 90 persen.

 

Pada bulan Oktober 1978, rasio kepemilikan berubah menjadi 25 persen berbanding 75 persen. Sembilan tahun kemudian, pada Juni 1987, kepemilikan saham pemerintah Indonesia bertambah menjadi 41,13 berbanding saham NAA 58,87 persen. Namun, jumlah ini sedikit berkurang sejak 10 Februari 1998, dimana pemerintah Indonesia memiliki 41,2 persen saham dan NAA memiliki 58,88 persen.

Tags: