Perda Tata Ruang Molor Akibat Disharmonisasi UU
Utama

Perda Tata Ruang Molor Akibat Disharmonisasi UU

Pemerintah Daerah bingung karena harus menyesuaikan tata ruang dengan banyak aturan yang saling berbenturan.

Mvt
Bacaan 2 Menit
Pemerintah daerah bingung karena harus sesuaikan tata ruang <br> dengan banyak aturan yang berbenturan. Foto: Sgp
Pemerintah daerah bingung karena harus sesuaikan tata ruang <br> dengan banyak aturan yang berbenturan. Foto: Sgp

Pemerintah Daerah yang telah memiliki peraturan mengenai tata ruang hingga saat ini bisa dihitung dengan jari. Padahal, UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengharuskan pemerintah provinsi untuk punya peraturan daerah (perda) tata ruang wilayah paling lambat akhir April 2009 dan pemerintah kabupaten/kota setahun berikutnya.

 

Meski Instruksi Presiden No.1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 2010 meargetkan hanya 17 propinsi dan 138 kabupaten/kota yang punya perda tata ruang, target tersebut tetap saja tidak tercapai. Banyaknya disharmonisasi UU yang harus diacu pemda disinyalir sebagai alasan molornya tenggat waktu ini.

 

Menurut Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Badan Perencanaan Nasional, Deddy Koespramoedyo, kebanyakan daerah yang bermasalah itu nyangkut pada izin alih fungsi hutan. Sebab, alih fungsi hutan ini harus memperhatikan banyak aturan untuk menentukan kawasan yang akan dijadikan wilayah perumahan, kawasan hutan lindung, dan kawasan industri.

 

Hingga saat ini, hanya tujuh provinsi yang telah memiliki perda tata ruang wilayah. Sementara, untuk kabupaten/kota baru 18 daerah. Daerah tersebut berhasil menyelesaikan perda tata ruang, ungkap Deddy, karena tidak mengusulkan alih fungsi lahan, terutama lahan hutan. “Bali dan Sulsel jadi dua provinsi awal di tahun 2009 karena tidak mengajukan alih fungsi lahan,” katanya.

 

Untuk mengubah alih fungsi hutan, ujar Deddy, daerah tidak hanya mengacu pada UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Aturan lain semisal UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga harus diperhatikan.

 

Ditambah lagi, UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

 

Deddy mengakui, aturan beberapa UU tidak sinkron. Karena itu, Deddy berharap koordinasi antar kementerian/lembaga pemerintah juga lebih baik. “Misalnya sekarang kan ada tim terpadu tata ruang, lintas departemen,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: