Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dinilai salah tak memiliki hak menetapkan sanksi ganti rugi atas perkara inisiatif meskipun kasusnya dianggap merugikan masyarakat. Apalagi, jika uang ganti rugi itu kemudian masuk ke kas negara, meskipun untuk meningkatkan pelayanan umum.
Demikian disampaikan Susanti Adhi Nugroho, ahli dari Pihak PT Garuda Indonesia, dalam sidang pemeriksaan tambahan di Gedung KPPU, Senin (17/1). Sidang ini merupakan amanat dari putusan sela PN Jakarta Pusat akhir Desember 2010 lalu, atas perkara fuel surcharge sembilan industri jasa penerbangan domestik.
Kesembilan maskapai penerbangan tersebut adalah PT Garuda Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation Service, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, dan PT Kartika Airlines.
Maskapai penerbangan itu terbukti melanggar Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, mengenai penetapan harga. Sehingga dijatuhi hukuman denda dan ganti rugi. Majelis komisi merekomendasikan, pembayaran ganti rugi itu digunakan untuk meningkatkan fasilitas bandara dan pelayanan umum kepada masyarakat.
Tiga dari sembilan maskapai penerbangan yang menjadi terlapor kemudian mengajukan keberatan ke PN Jakpus. Keberatan ini disertai permohonan agar KPPU melakukan pemeriksaan tambahan untuk memeriksa ahli hukum.
Majelis hakim PN Jakpus kemudian mengabulkan permohonan pemeriksaan tambahan tersebut. Menurut Majelis, hal ini bisa dilakukan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Upaya Hukum Keberatan putusan KPPU.
Pasal 6
|