Pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajibkan pemegang izin pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan benar. Jika melanggar, sanksi maksimal pencabutan izin siap dijatuhkan.
Hal ini tertuang Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Dalam PP yang baru disahkan 20 Desember lalu ini, Pemerintah mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi untuk melakukan reklamasi. Reklamasi tersebut dilakukan terhadap lahan yang terganggu pada kegiatan eksplorasi.
Sementara, bagi pemegang IUP dan IPUK Operasi Produksi, selain reklamasi juga diwajibkan untuk melakukan pascatambang pada lahan terganggu pada kegiatan pertambangan. Kewajiban ini menyangkut baik kegiatan penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah.
Reklamasi dan Pascatambang adalah konsep yang dianut dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Reklamasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan serta ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
Adapun kegiatan pascatambang didefinisikan sebagai kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir dari sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan. Tujuannya, untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Bambang Setiawan, substansi mengenai pentingnya reklamasi dan pascatambang bagi pemegang IUP dan IUPK ini sudah ada sebelumnya. Namun, sifatnya hanya pedoman dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM. “Kalau pedoman kan tidak wajib diikuti, padahal ini hal penting,” ujarnya via telepon pada hukumonline, Rabu (05/1).
Apalagi, Bambang menjelaskan, sejak tahun 2009 pemberian izin tersebar ke seluruh daerah. Kepala daerah berwenang memberikan izin bagi pengusaha pertambangan. Hal ini sesuai Pasal 37 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.